Dari Den Haag menuju Mastricht melewati Utrecht. Dari Mastricht kembali ke Den Haag via Rotterdam. Pohon-pohon beragam jenis di samping kanan-kiri sepanjang jalan belum lagi berdaun, kecuali satu-dua helai. Hanya batang, dahan dan rantingnya.
Sesekali melintasi hamparan padang yang terlihat layaknya tanah persawahan, tetapi bukan sawah. Padang rerumputan yang dibiarkan tumbuh di musim dingin dan semi, untuk dipanen di musim panas dan musim gugur. Menabung rumput untuk ternak, menyiasati siklus alam.
Semua pengendara disiplin pada jalurnya. Tak satupun yang mengemudi zig-zag. Sesekali menyalip dengan kecepatan melebihi batas maksimal. Setelah itu, kembali ke jalur dengan kecepatan normal. Malu rasanya menjadi pelanggar di tengah orang-orang yang taat rambu dan marka.
Tiba-tiba, terlintas di benak dua sosok yang telah tiada, mungkin arwah mereka tersenyum berbahagia sedang mengamatiku. Keduanya seakan hadir melalui lantunan lirik lagu dari speaker mobil, yang santun menasehati: "Syukuri apa yang ada! Hidup adalah anugerah".
Syarifuddin Abdullah | Rotterdam, 25 Maret 2019/ 18 Rajab 1440H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H