Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Pesantren IMMIM Makassar (06), Catatan Takzim untuk Alumni Pertama

Diperbarui: 21 Juni 2018   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Semua alumni Pesantren IMMIM, tanpa kecuali, adalah istimewa. Sempat mengecap pendidikan karakter dan formal di Pesantren IMMIM adalah pengalaman hidup yang sesuatu banget. Namun keutamaan selalu melekat pada mereka yang pertama memulai ( ). Di sinilah posisi terhormat alumni angkatan pertama IMMIM, yang jumlahnya hanya belasan orang. Sebagian sudah almarhum.

Sebelum lanjut, artikel ini terinspirasi oleh postingan kanda Syamsulbahri Salihima di Group Alumni Facebook (20 Juni 2018), yang memasang foto bareng Alumni 75-81 dengan kalimat pengantar yang menggoda: "...ini adalah alumni langka yg harus dipelihara..." Dan benar sungguh, mereka memang langka, yang legasinya harus dirawat.

Sebagai angkatan 79-85 (Delima), saya sempat mengalami dibina langsung oleh angkatan I selama 2 tahun: mengajari kami mengaji atau memperlancar bacaan Quran di antara magrib dan isya; sebagai ketua dan pembina kamar dan pembimbing bahasa Arab dan Inggris, juga berbagai kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka.

Bahkan seingat saya, selama sekitar dua tahunan setelah tamat, para alumni 75-81 itu masih sering datang ke kampus IMMIM, lalu mengumpulkan kami santri-santri baru, untuk bercerita tentang pengalaman mereka di luar kampus paska tamat. Dan buat kami santri baru, ketika itu, cerita-cerita pengalaman luar kampus itu adalah sesuatu banget. Asyik dan mengasyikkan.

Dan bisa dibayangkan, bagaimana susahnya hidup di kampus Tamalanrea, KM 10 Makassar pada tahun 1975. Ketika itu, fasilitas Pesantren masih serba sangat terbatas: kamar asrama belum pake ranjang; sumur air untuk mandi baru sebiji; listrik yang menyala hanya di malam hari, itu pun sering on-off; dan seterusnya. Tamalanrea ketika itu masih pantas disebut "pinggiran hutan". Jangan-jangan malah di tahun 1975, belum ada pete-pete rute Pasar Sentral - Daya. Apalagi Pesanten IMMIM putri yang di Minasate'ne, Pangkep.

Bahwa kemudian angkatan 75-81 bisa dan mau bertahan sampai tamat, saya menilai dan memposisikannya lebih karena karunia. Mereka ditakdirkan sebagai pembuka dan perintis jalan. Ruarrr biasa dan alhamdulillah.

Ini bukan pujian tanpa dalil. Tapi sesekali cobalah mencermati raut wajah para alumni angkatan 75-81: selalu syahdu dan tawadhu' dan mengademkan, membimbing dan mengayomi, dan karena itu ngangenin. Selain sebagai kakak alumni tertua, mereka pun lebih dari sekedar layak untuk diposisikan sebagai orangtua. Mereka adalah alumni yang dirintis dan ditempa oleh keikhlasan dan idealisme kepesantrenan. Dan kami para adik-adik alumni berdoa berharap dapat mewarisinya.

Salam hormat dan ta'sim untuk semua alumni pertama: 1975-1981.

Syarifuddin Abdullah, alumni IMMIM 1979-1985 (Delima) | 21 Juni 2017 / 06 Syawwal 1539H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline