Tradisi buka bersama (Bukber) antara sesama teman, kolega kerja, atau sekedar kangan-kangenan, lebih bermuatan silaturahim, dibanding upaya memburu pahala besar dari perbuatan menyediakan makan/minum ta'jil pembatal puasa kepada orang-orang berpuasa di bulan Ramadhan.
Sebab dalam Bukber, para undangan umumnya datang bukan karena tidak mampu membeli atau menyediakan makan/minum berbuka di tempatnya masing-masing, tetapi mereka datang ke acara Bukber lebih karena menghargai undangan penyelenggara Bukber. Ini yang saya maksud lebih bermuatan silaturahim.
Lalu salahkah?
Mungkin tidak. Tapi kalau mengacu pada penelusuran terhadap semua dalil, khususnya Sunnah Nabi, yang menjanjikan pahala besar bagi orang yang memberi makan/minum ta'jil pembatal puasa, penekanannya lebih kepada upaya menyediakan makan/minum yang layak bagi orang-orang berpuasa yang tidak mampu membeli atau menyediakan makan/minum atau mereka yang sedang musafir.
Patut diapresiasi banget, selama beberapa tahun terakhir, beberapa warga terlihat menyediakan makan/minum ta'jil di sejumlah titik di jalan-jalan ibukota Jakarta, yang membagikan makan-minum gratis kepada pengguna jalan: penjalan kaki, pengendara motor atau mobil. Tindakan ini lebih tepat guna dn fungsional dalam menyediakan makan/minum kepada para pengguna jalan yang merupakan para musafir.
Di beberapa negara Arab, misalnya di Mesir, ada sebuah pemandangan lazim pada tiap Ramadhan, yang populer dengan sebutan maidatur-rahman (meja makan Tuhan). Prakteknya, orang-orang kaya menyediakan makan/minum pembatal puasa di pinggir jalan (biasanya berupa tenda semi permanen), setiap hari selama bulan puasa, dan melayani siapapun pengguna jalan yang mau mampir di tenda itu untuk membatalkan puasanya, dengan gratis.
Dan maidatur-rahman itu lebih pantas disebut warung makan gratis, yang menyajikan menu makan-minum yang sering lebih enak dan bergizi. Dan sekali lagi, tanpa bermaksud menyalahkan, namun model maidatur-rahman lebih fungsional dibanding acara Bukber.
Dan jika mau agak repot sedikit, dalam radius paling jauh seribu meter dari rumah domisili Anda, di hampir semua wilayah Indonesia, mudah ditemui orang-orang atau rumah tangga yang berbuka puasa amat ala kadarnya. Untuk merekalah dan merekalah yang lebih berhak disuguhi makan-minum ta'jil pembatal puasa yang layak.
Syarifuddin Abdullah | 05 Juni 2018 / 20 Ramadhan 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H