Buku yang direkomendasikan oleh siapa pun, sebaiknya menyertakan alasan kenapa buku tertentu direkomendasikan kepada orang lain. Sebab waktu yang tersedia sangat terbatas untuk semua orang.
Melalui artikel ini, saya memilih lima buku, yang saya anggap cukup pas untuk menambah pijakan pemahaman agar tak keliru dan tidak terkaget-kaget dalam mengikuti dan merespon beberapa isu aktual, baik di tingkat nasional maupun global.
Calabai
Jika ingin menyelami persoalan bagaimana perlakuan masyarakat Sulawesi terhadap Waria atau yang kerap disebut "bencong", saya merekomendasikan novel "Calabai: Perempuan dalam Tubuh Lelaki" karya Pepi Al-Bayqunie, Penerbit Javanica, 2016, 385 hlm.
Novel ini mengulas dan sekaligus membuktikan --setidaknya di kalangan suku Bugis, Makassar, Mandar, Toraja-- bahwa Waria bukan fenomena sosial baru di Indonesia.
Yang unik dari Calabai karena menggambarkan kehidupan para calabai di kampung-kampung di Sulawesi. Agak paradok dengan fenomema guy dan Waria, yang terkesan seolah-olah beroperasi hanya di kota-kota metropolitan.
Jerusalem: The Biography
Setelah pengumuman Donald Trump, pada Desember 2017, yang mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, semua orang terkesan merasa pintar berbicara tentang Jerusalem, yang dalam Bahasa Arab disebut Al-Quds (yang Suci).
Tapi jika berniat mendalami sejarah Jerusalem, mulai dari zaman Nabi Daud sampai era Zionisme, buku "Jerusalem: The Biography" karya Simon Sebag Monterfiore, layak disimak dan dibaca ulang. Cuma harus siap mental sebelum membacanya, karena bukunya lumayan tebal: 822 hlm. Diterbitkan Alvabet, Cet-I Januari 2012.
Catatan Pinggir, Volume 12
Kalau mau melatih diri dan belajar bagaimana merumuskan kalimat-kalimat singkat, pendek, saya merekomendasikan buku Catatan Pinggir, kumpulan artikel Goenawan Mohamad di Majalah mingguan Tempo. Saat ini sudah terbit volume ke-12, 2017, TempoPublishing, 438 hlm.
Akan lebih lengkap jika mampu dan mau membeli sekalian dari volume 1 s.d 12, yang memuat sekitar 2.000 (dua ribu) esai yang ditulis sejak lebih dari 40 tahun lalu.
Namun membaca Catatan Pinggir, jangan berharap akan mendapatkan perspektif yang utuh tentang berbagai persoalan, yang menjadi tema tiap artikel.
Buku Catatan Pinggir lebih pas diposisikan sebagai pemantik agar pembaca melakukan pencarian dan pengembaraan intelektual yang lebih jauh.