Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Memahami Rivalitas Arab Saudi vs Iran

Diperbarui: 24 November 2017   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: diolah

Sejak 4 Nop 2017, berbagai pernyataan tensi tinggi dari Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) mengirim sinyal seolah-olah akan segera meletus perang besar antara KSA dan Iran. Bahkan perang itu konon akan melibatkan Israel untuk menggempur Hizbullah Lebanon yang didukung Iran (seolah Israel begitu bego'nya sehingga mau berperang untuk kepentingan dan berdasarkan ritme KSA). 

Lalu muncul berita kerjasama intelijen Israel di Yaman untuk menghabisi Al-Houti. Lantas Liga Arab bersidang, dan keputusannya akan dibawa ke DK PBB. Semua itu bermuara pada tuntutan KSA: agar Iran segera menghentikan intervensinya di berbagai negara Arab.

Lantas bagaimana respon dari Teheran? Ali Khamenei, pemimpin spiritual tertinggi di Iran, pada Kamis 23 Nop 2017 menegaskan, "Iran akan berada di manapun untuk melawan kafir dan pengikutnya. Saya (Ali Khamenei) menyampaikan hal ini secara terbuka, dan Iran tidak takut kepada siapapun". Sepanjang pantauan saya, pernyataan Ali Khamenei ini merupakan pengakuan resmi dan terbuka pertama sekaligus respon paling keras dan telak terhadap berbagai tudingan KSA bahwa Iran melakukan campur tangan di negara-negara Arab.

Untuk memahami lebih jauh soal dinamika dan karakteristik rivalitas antara KSA dan Iran, artikel ini akan coba mengulas sejumlah variabel keunggulan dan kelemahan masing-masing dari KSA dan Iran:

Pertama, rivalitas turunan

Secara geografis, KSA adalah jantung Jazirah Arab. Sementara Iran mewakili bangsa Persia. Secara historis, kedua bangsa dan peradaban ini, Arab dan Persia, memang tidak pernah akur. Artinya, mengasumsikan dan berharap KSA dan Iran akan bersahabat sebenarnya justru ahistoris. Karena itu, perang pernyataan politik tensi tinggi antara Riyadh dan Teheran jangan juga dianggap terlalu serius. Sebab bukan hal baru kalau KSA menuding Iran mengemban misi imperialisme kebangsaan (Persia). Sementara Iran menyebut KSA dan royal family sebagai negara yang mengemban misi pengaruh regional yang ambisius.

Kedua, Merefleksikan konflik Sunni vs Syiah

Konflik atau permusuhan turunan itu semakin menjadi-jadi, karena KSA kadang "memposisikan diri" sebagai pimpinan atau mewakili kepentingan Muslim Sunni. Meski banyak intelektual dan ulama Muslim Sunni dari negara-negara Muslim Sunni lainnya, yang menentang atau tidak bersimpatik pada sikap politik Saudi.

Sementara Iran memposisikan diri mewakili Muslim Syiah. Dan hampir semua komunitas Syiah di dunia mendukung, atau paling tidak, bersimpatik kepada sikap politik Iran.

Karena itu, KSA menuding Iran berambisi menyebarkan paham Syiah di negara-negara Arab Sunni dan Iran atau Syiah adalah biang kekacauan di regional Timur Tengah. Sebaliknya, karana paham keagamaan yang dominan di KSA adalah Wahhabi, maka Iran menuding KSA sebagai biang pemikiran radikal di kalangan Muslim Sunni. Ujungnya adalah Wahhabi vs Syiah.

Ketiga, Kekuatan senjata

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline