Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Nyetir Jauh di Liburan Panjang Boleh-boleh Saja Asal Ingat Ini

Diperbarui: 16 April 2017   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi seorang pekerja dengan jadwal kegiatan yang padat dan ketat - apapun profesinya - kesempatan bisa liburan 3 hari adalah sesuatu banget. Plong rasanya untuk beberapa hari bisa terbebas dari beban dan tekanan rutinitas.

Ada  yang memilih berdiam di rumah sambil mempraktekkan lagu Mbah Surip: "tidur-bangun-makan-tidur lagi, bangun lagi" sampai bosan. Atau mengajak keluarga pelesiran sambil makan bersama di luar rumah. Atau menengok keluarga yang sudah lama bersua. Sebagian memilih memancing bersama teman. Yang lain mungkin menuntaskan pendakian puncak gunung yang belum pernah dijajal, atau diving menjelajah dan menikmati pesona terumbu karang di dasar laut. Dan lain-lain.

Saya biasanya memilih menikmati sensasi berada di belakang setir mobil: melakukan perjalanan darat jarak jauh (>1.000 km pergi-pulang).

Dan ada beberapa poin yang perlu dicermati jika mau menikmati perjalanan darat jarak jauh dengan menyetir sendiri kendaraan pribadi:

Pertama dan utama: karena ini liburan, jadikan liburan benar-benar sebagai liburan. Karena itu, jangan pasang target dan memaksakan harus tiba di tujuan pada jam tertentu. Bawa mobil sendiri kok berperilaku seperti supir tembak, yang mengejar setoran.

Jika berangkat dari Jakarta ke Solo, misalnya, dengan jarak sekitar 550 km via Semarang, lalu sejak awal menargetkan harus tiba di Solo paling lama dalam 12 jam, Anda akan tergoda ngotot di jalan, sedikit-sedikit menyalip dengan cara yang mungkin membuat pengendara lain mengumpat dan menyumpahserapahi Anda.

Selain itu, jika menyetir sambil ngotot ingin memdahului kendaraan lain di depan Anda, maka Anda akan mengalami ketegangan yang Anda ciptakan sendiri. Berlibur kok tegang-tegangan.

Kedua, mengulangi pesan klasik: selalu mendahulukan keselamatan diri dan orang lain

Kecelakaan tunggal umumnya disebabkan kelalaian. Selain karena faktor takdir. Tapi kecelakaan ganda atau lebih (misalnya tabrakan beruntun) umumnya terjadi karena setiap pihak berbarengan nyalinya. 

Contoh: di jalan yang hanya dua lane, difungsikan untuk dua arah dan tanpa trotoar, untuk bisa menyalip diperlukan nyali tersendiri. Nah saat anda memutuskan menyalip kendaraan di depan Anda, lalu  dari arah berlawanan ada supir kendaraan lain, yang juga nyalinya berbarengan dan sama dengan nyali Anda, bisa berakibay tabrakan "adu kebo". Berdoalah agar nyali tak muncul berbarengan. Bila terlanjur, salah satunya harus mengalah.

Ketiga, Indonesia masih merupakan negara dengan tingkat kedisiplinan rendah dalam berkendara. Maka kecelakaan ganda atau lebih juga sering terjadi karena salah satu pihak melanggar alias tidak disiplin berkendara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline