Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Beragam Gaya dan Mode Merayakan Pergantian Tahun

Diperbarui: 29 Desember 2016   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arsip pribadi

Sebagai orang kampung, yang hidup di desa tanpa aliran listrik sampai usia Sekolah Dasar, hingga usia sekitar 12 tahun, saya tidak pernah mengenal meriahnya perayaan pergantian Tahun Baru. Boro-boro meniup terompet, gak ada penjualnya. Dan jikapun ada, mungkin harga terompet itu tidak terjangkau oleh kantong bocah kampung. Bagi generasi saya, di kampung saat itu, tak terbayangkan dan mungkin belum bisa menikmati pemandangan kembang api di udara.

Setamat SD, saya lanjut mondok selama 6 tahun di Ponpes IMMIM, yang terletak sekitar 10 km dari jantung Kota Makassar. Selama di Pondok itu, pernah sekali saya lari dari kampus pondok untuk pergi merayakan pergantian tahun di Kota Makassar. Itulah untuk pertama kalinya saya merasakan perayaan pergantian tahun: menyaksikan pesta kembang api, orang ramai berjalan ke sana kemari tanpa arah yang jelas. Sebahabis tengah malam, pulang dari lokasi perayaan dan baru tiba di pondok menjelang subuh. Sial, ketahuan oleh pembina kampus, dan besoknya saya dihukum gundul pacul-cul. Hasilnya, hari pertama saya di tahun baru itu ditandai dengan kepala plontos, botak.

Setammat dari Pondok di Makassar, saya melanjutkan pendidikan ke Kairo Mesir. Namun saya tidak ingat persis sudah berapa tahun saya bermukim di Kairo, sampai akhirnya kami beberapa mahasiswa di Kota Seribu Menara menciptakan semacam tradisi tahunan merayakan pergantian tahun.

Mekanismenya sederhana: semua peserta patungan, panita dibentuk, tukang masak ditunjuk, lalu memilih salah satu apartemen teman untuk dijadikan tempat perayaan. Biasanya acara dimulai sekitar jam 21.00 dan kelar sekitar pukul 01.00. Selama sekitar tiga jam dibuat macam-macam acara. Meletuskan balon lalu melakukan adegan sesuai dengan perintah yang tertulis di kertas yang disimpan dalam balon yang diletuskan itu.

Menjelang detik-detik pergantian tahun, salah seorang senior akan memimpin doa, dan disetting agar penutup doanya (amin) dibaca sekitar 30 detik sebelum jam 00.00. Lalu menghintung mundur pada 10 detik terakhir menuju jam 00.00. Setelah itu kami bersalam-salaman, dan ditutup dengan makan besar. Nah makan besarnya yang paling teringat dan terkesan oleh saya, hingga saat ini. Tradisi merayakan pergantian tahun di Kairo berlangsung beberapa tahun, sampai akhirnya saya meninggalkan Kairo.

Setiba kembali di Indonesia, saya telah mencoba beberapa model perayaan pergantian tahun.

Ke Ancol menyaksikan live music dan menyaksikan pesta kembang api, sambil meniup terompet sekencang-kencangnya.

Pernah sekali sengaja melakukan perjalanan bersama keluarga ke salah satu kota terkenal di Pulau Jawa hanya untuk merayakan pergantian tahun.

Pernah juga, dengan naik roda dua, berkeliling di jalan-jalan utama Jakarta (Sudirman-Thamrin-Monas), bergerombol mirip pawai bersama pengendara motor lainnya, sambil meraung-raungkan gas suara motor, yang biasanya ditingkahi bunyi letusan kembang api. Saat itu, sebuah mercon sebesar ember meletus pada jarak sekitar 10 meter dari posisi saya. Keruan saja, telinga saya sempat agak-agak tuli dikit, tak berhenti mengiang-ngiang sampai pagi.

Di tahun lain, mengadakan acara pergantian tahun di hotel bintang lima bersama keluarga beberapa teman lengkap dengan anggota keluarga masing-masing, sambil pesta makan barbeque, memandangi pesta kembang api dari lantai hotel yang disetting khusus agar pandangan terbuka ke udara terbuka.

Tidak sekali dua kali saya merayakan pergantian tahun –  karena tuntutan kerja – sambil bekerja memantau dan meliput acara perayaan pergantian tahun on the spot, terutama di Jakarta dan sekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline