Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Operasi Mosul Hari Ke-25, Indikasi Terjadinya Pembunuhan Sistematis Berdasarkan Ideologi Mazhab

Diperbarui: 11 November 2016   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki hari ke-25 Operasi Mosul (10 Nopember 2016), sebagian pengamat mengatakan, pertempuran yang kini berlangsung di jalan-jalan kota Mosul, adalah ibarat the beginning of the end of Islamic State (IS). Tapi pada saat yang sama, melalui pertempuran kota, potensi terjadinya pelanggaran HAM melalui pembunuhan warga non-kombatan juga semakin meningkat.

Pada 10 Nopember 2016, Organisasi Amnesty International mengatakan, pasukan Kepolisian Federal Irak telah melakukan tindakan illegal dengan cara menangkap warga sipil di selatan Mosul dan lalu membunuh mereka semuanya.

Pada 21 Oktober 2016 misalnya, menurut Amnesti Internasional mengaku telah mendeteksi beberapa pelanggaran yang terjadi berkali-kali: sekompok laki-laki warga sipil diikat dengan kabel, disuruh berbaris-berlutut, lalu dipukuli dengan popor senjata, dan kemudian mereka semua dieksekusi mati tanpa proses peradilan. Terkait hal ini, Amnesty Internasional memperingatkan, bila tindakan-tindakan di luar hukum tersebut dibiarkan tanpa proses hukum dan penyidikan terhadap pelakunya, dikhawatirkan akan semakin memicu tindakan pelanggaran serupa, seiring dengan masuknya Operasi Mosul ke fase yang sangat menentukan: yakni masuk ke jantung Kota Mosul.

Tentu saja, pernyataan Amnesty Internasional tersebut langsung direspon keras oleh Kantor Perdana Menteri Irak, Haedar Abbadi, melalui sebuah pernyataan tertulis yang di-release pada 10 Nopember 2016, yang justru menyalahkan dan menegaskan bahwa laporan Amnesty Internasional, justru menyebarkan kepanikan dan ketakutan di kalangan warga Mosul dan bisa mempengaruhi proses evakuasi pengungsi warga Mosul..

Catatan:

Sejak awal, banyak kalangan telah mengkhawatirkan Operasi Mosul akan identik dengan tindakan pembunuhan sistematis berdasarkan ideologi mazhab. Sebab sebagian warga warga Mosul bermazhab Sunni. Karena itulah, sejak semula telah disepakati bahwa pasukan milisi Syiah yang tergabung dalam Popular Mobilization Forces (yang secara organisasi dan komando terpisah dari pasukan reguler Irak), tidak akan dibiarkan masuk ke Kota Mosul, dan hanya ditugasi menghandle wilayah barat Mosul, tepatnya di Kota Tal Afar.

Namun, yang luput dari perhatian banyak pengamat adalah fakta bahwa sebagian besar unsur pasukan reguler Irak adalah penganut mazhab Syiah juga. Memang tidak ada data statistik resmi tentang persentase penganut Sunni di jajaran pasukan reguler Irak (Militer, Polisi Federal). Tapi sebagian sumber memperkirakan, sekitar 80 persen pasukan reguler Irak adalah penganut mazhab Syiah. Selain itu, hampir semua komandan tempur, mulai dari unit paling rendah sampai komandan tempur tertinggi pasukan reguler Irak adalah penganut mazhab Syiah.

Karena itu, meskipun menggunakan bendera Irak dan logo pasukan reguler, sentiman mazhab di jajaran personil pasukan reguler Irak tetap sangat tinggi. Jika sentimen mazhab itu tidak dikontrol dengan cermat, Operasi Mosul memang amat berpotensi menjadi momentum bagi anasir Syiah untuk melakukan kebengisan terhadap warga Mosul yang sebagian besar bermazhab Sunni, dengan argumen membalas dendam terhadap kekejaman dan kebengisan IS (Islamic State) terhadap warga Syiah.

Syarifuddin Abdullah | Jumat, 11 Nopember 2016 / 11 Safar 1438H

Sumber tulisan: Aljazeera dan Al-Hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline