Jika dibandingkan dengan konflik Suriah dan Irak, konflik di Libya memang tidak cukup seksi untuk diintervensi dengan kekuatan penuh. Karena itulah, keseriusan kekuatan regional dan global untuk terlibat langsung dalam konflik Libya tidak sebesar keseriusan mereka ketika mengintervensi konflik Suriah atau Irak. Dan itu ada alasan-alasannya.
Dengan pandangan sekilas ke peta Afrika Utara (lihat peta ilustrasi), akan segera tampak bahwa posisi geografis Libya – termasuk Tunisia dan Aljazair – memang tidak memiliki local genius yang signifikan. Libya relatif terisolasi secara geografis.
Libya bukan titik transit yang ideal untuk lalu lintas maritime di Laut Tengah (Mediterrania). Dan sepanjang sejarah petualangan teritorial, Libya juga tidak pernah tercatat menjadi perlintasan darat utama, yang dilewati tim-tim ekspedisi darat dari pantai timur Afrika ke pantai barat Afrika. Kecuali mungkin catatan pengembara Arab, Ibnu Battutah.
Secara militer, posisi Libya tangggung untuk dijadikan starting poin untuk melebarkan sayap pengaruh kekuasaan di Afrika Utara.
Kalau digambarkan secara ekstrim: jika terjadi pertempuran habis-habisan dan kekacauan total antar sesama warga Libya dan sebagian besar warganya tewas, jalur maritim di Laut Mediterrania tidak akan terganggu. Bahkan negara-negara tetangganya pun tidak terlalu terusik.
Secara regional, kekacauan Libya, betapapun brutalnya, nyaris tidak punya dampak regional. Sebab tidak ada kepentingan perdagangan regional dan global yang terganggu meskipun bobot kekacauan di Libya tidak kalah dengan bobot kekacauan di Suriah dan Irak.
Belakangan Eropa Barat memang “terpaksa” peduli dengan konflik Libya, setelah diketahui bahwa gelombang imigran perahu dari Afrika ke Eropa, sebagian besar besar bertolak dari pantai Libya.
Bandingkan misalnya bila kekacauan itu terjadi di Mesir, hampir dipastikan akan berpengaruh signifikan terhadap lalu lintas maritim di Mediterrania, Laut Merah dan Terusan Suez. Itulah sebabnya setiap konflik yang terjadi di Mesir selalu mengundang perhatian internasional, dan semua pihak merasa berkepentingan untuk terlibat.
Dengan bobot strategis yang lebih rendah dibanding Mesir, lalu lintas maritim di Laut Mediterrania juga bisa terganggu bila Maroko mengalami chaos. Karena di Selat Gibraltar, posisi geografis bagian utara Maroko ibaratnya seperti “bibir bawah (selatan)” dari mulut Mediterrania menuju dan/atau dari Samudra Atlantik. Bibir atasnya adalah Spanyol.
Posisi penting Libya – yang berpenduduk sekitar 6,2 juta jiwa – terhadap geopolitik dan keamanan regional, salah satunya karena Libya termasuk negara kaya minyak. Namun sebagian besar sumur minyak di Libya berada di lepas pantai, dan karena itu tidak terpengaruh secara signifikan oleh kekacauan dan pertempuran di daratan Libya. Saat ini, ketika Libya terkoyak-koyak di hampir semua lini, produksi minyak Libya terutama yang di lepas pantai nyaris tidak terpengaruh.
Secara militer, di sepanjang garis pantai utara Libya – yang memanjang dari timur ke barat sejauh sekitar 1.800 km – tidak ada satu pun titik yang pernah “dilirik” untuk dijadikan pangkalan militer oleh negara-negara Super Power ataupun kekuatan regional.