Lihat ke Halaman Asli

Sabar ririsma riani l.gaol

Mahasiswa Pendidikan sejarah Universitas samudra

Eksistensi Agama Malim dalam Perang Batak 1870-1907

Diperbarui: 31 Mei 2021   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Eksistensi Agama Malim dalam Perang Batak (1870-1907)

"Seandainya semut mati dipijak gajah, tidak dapat dikatakan gajah pemenang. Bila gajah sama gajah bertempur, satu mati, maka yang hidup itulah pemenang". (Raja Ungkap Naipospos, Pimpinan Parmalim periode 1956-1981)

Pengantar:

            Kutipan kalimat Raja Ungkap Naipospos di atas merupakan sebuah ungkapan yang secara tersirat menggambarkan eksistensi identitas parmalim yang selalu berhadapan dengan dominasi identitas lain dalam arena sosial. Parmalim dianalogikan bagaikan "Semut" diantara "Gajah". Analogi tersebut tampaknya tidaklah berlebihan, melainkan merupakan suatu pemisah dari fakta sejarah perjalanan parmalim dalam konteks sosial politik di tanah batak maupun pada konteks nasional Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang penuh dengan keberagaman, salah satunya keragaman agama dan kepercayaan yang dipeluk dan dipercayai oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat 6 agama besar yang diakui yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Kong hu chu, ada juga agama yang sudah ada jauh sebelum agama besar itu terbentuk di Indonesia, yang disebut sebagai kepercayaan asli nusantara, salah satunya ialah Agama Malim (Parmalim) yaitu agama asli Orang Batak di Sumatera Utara.

Agama Malim merupakan sebuah kepercayaan lokal di tanah batak khususnya Batak Toba, agama ini merupakan bagian dari peradaban batak (Habatahon). Habatahon mencakup kebudayaan, aspek tradisi dan spiritual keagamaan. Agama lokal Parmalim ini bukanlah agama liar (ajaran sesat) yang berdiri tanpa sepengetahuan pemerintah dan merugikan warga, dan tidak pernah menggangu ketertiban masyarakat. Agama ini dilindungi pemerintah Indonesia Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi. Parmalim juga Terdaftar di Depdikbud RI No. I.136/F.3/N.1.1/1980. Walaupun tidak terdaftar secara resmi sebagai sebuah agama di Indonesia. Agama ini telah turun temurun jadi sebuah keyakinan bagi Parmalim (sebutan bagi orang yang menganut agama Malim) dimulai dari keturunan pertama darah batak yang menyebut diri sebagai Parmalim.

Agama ini terbentuk dari sebuah respon untuk menghadang kolonialisme dan Kristenisasi di Tanah Batak hingga menjadi sebuah agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII (Pemimpin Parmalim dan Perang Batak) serta pengikut-pengikutnya, Sisingamangaraja XII menolak takluk terhadap kolonial dan juga pada saat yang bersamaan tidak menerima Kekristenan, yang dianggap dapat merusak tatanan tradisi maupun peradaban Orang Batak.

Penolakan yang dilakukan oleh pihak Malim (pemimpin penganut agama malim) Sisingamangaraja XII beserta para pengikutnya membuat pihak kolonial dan misionaris geram hingga mengundang pihak kolonial melakukan cara-cara kasar seperti perang bersenjata untuk menumpas kekuatan Sisingamangaraja XII dan pengaruh parmalim. Disaat yang bersamaan para misionaris juga memberikan pemikiran-pemikiran lain terhadap parmalim, antara lain dengan menyebut parmalim sebagi ajaran sesat, pemuja berhala, pemuja nenek moyang (W.B Sijabat, 1983: 159-304) Hal itu memicu terjadinya perang batak (1870-1907) yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII.

Tulisan ini membahas tentang bagaimana eksistensi agama Malim dalam perang Batak (1870-1907) untuk menghadapi pengaruh kolonial serta pengaruh kristenisasi pada saat itu.

Pembahasan: 

Parmalim

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline