Lihat ke Halaman Asli

Peduli Batas Negeri (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13779624151248744238

*) Bertandang ke Pulau Rondo

Siapa bilang batas negeri kita masih tak terawat seperti di masa lalu? Buktinya, ketika saya bertandang ke Pulau Rondo, salah satu Pulau Terluar Indonesia yang tertetak di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam akhir bulan lalu, pulau yang berbentuk tempurung kelapa ini ternyata sudah lama dihuni sepasukan penjaga perbatasan (Pamtas). Banyak patok dan tugu yang menandakan bahwa Pulau ini resmi milik NKRI.

Nama pulau Rondo memang tidak terkenal seperti Pulau Weh yang di atasnya terdapat Tugu Kilometer 0 (nol). Titik paling awal jika kita mau menghitung panjang dan lebar Indonesia.  Pulau Rondo adalah salah satu dari empat pulau kecil di Kab. Sabang selain Klah, Rubiah dan Seulako. Dibanding dengan tiga pulau kecil lain, Rondo posisinya paling jauh, sekaligus tempat pertemuan ombak Samudera India dan Selat Malaka.

[caption id="attachment_262703" align="aligncenter" width="400" caption="Dari kejauhan tampak seperlu tempurung kelapa, karenanya masyarakat setempat menyebut Pulau Rondo dengan nama Pulau Bruek. (Dok.pribadi)"]

1377962632285918828

[/caption] Inilah salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia dan berbatasan dengan Kepulauan Nikobar, India. Karenanya, Tugu Kilometer Nol, lebih tepat dibangun di pulau ini.

Bersama sejumlah relawan ‘Masyarakat Peduli Perbatasan Indonesia (MPPI)’ dari Jakarta, kami tiba di Pulau Rondo tanpa mengalami kesulitan apapun. Aksesnya begitu mudah karena banyak perahu nelayan dari Kota Sabang yang setiap hari merapat ke Pulau Rondo untuk mencari ikan tuna dan ikan marlin. Di sekitar pulau seluas 4 kilometer persegi itu dikenal sebagai habitat-nya kedua jenis ikanyang cukup mahal di pasaran ini.

[caption id="attachment_262705" align="aligncenter" width="519" caption="Akses ke Pulau Rondo melalui Pantai Iboih, Sabang dengan menumpang perahu nelayan setempat (Dok. pribadi)"]

13779627241485841222

[/caption]

Kami bertolak dari Pantai Iboih (Sabang) menggunakan perahu nelayan setempat. Meski terlihat dekat  (sekitar 14 mil laut atau setara 21 kilo meter dari Pantai Iboih), namun dibutuhkan waktu tempuh sekitar dua jam. Para nelayan di tempat ini paham benar dengan ”prilaku” ombak sepanjang jalan menuju Pulo Rondo. Waktu paling tepat menuju ke sana adalah di pagi hari, ketika ombak laut masih tenang.

Mendekati Pulau Rondo, tidak tampak adanya pemandangan pantai berpasir. Tapi langsung dikepung batu karang dan batu gunung. Mungkin itulah sebabnya, mengapa sebagian warga Sabang menyebutnya dengan nama Pulau Bruek. Nama ini muncul lantaran bentuk pulau ini dari jauh tampak seperti tempurung kelapa.

329 anak tangga

Pulau yang terkesan tak ramah ini ternyata sangat menggugah keingin-tahuan kita untuk menyusurinya lebih dalam.  Dari bibir pantainya yang tertutup karang dan batu gunung itu, telah dibangun 329 anak tangga yang memudahkan para pengunjungnya mendaki ke ketinggian. Pembuatan tangga permanen ini barangkali sejalan dengan tekad Pemerintah Aceh untuk terus menata Pulau Rondo sedemikian rupa sehingga Pulau ini dapat dihuni oleh masyarakat Aceh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline