Lihat ke Halaman Asli

Soal Pilpres, Boni Hargens Harus Belajar dari Pejuang HAM Papua

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1404660203613107910

[caption id="attachment_314328" align="aligncenter" width="517" caption="gambar hasil olahan"][/caption]


Di tengah hiruk pikuk politik menjelang pelaksanaan Pilpres 2014, dua aktivis Pembela dan Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua berani tampil beda. Mereka menulis surat terbuka meminta seluruh masyarakat Papua untuk memilih sesuai hati nurani. Kedua tokoh itu adalah Yosepha Alomang dan Pastor John Jonga.

Menurut kedua tokoh Penerima penghargaan Yap Thiam Hiem tahun 1999 itu, Pilpres 9 Juli mendatang adalah peristiwa politik yang sangat penting bukan saja bagi orang Indonesia tetapi juga orang Papua.

Kendati keduanya secara terbuka memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, namun dalam surat terbuka itu mereka tak sedikitpun mereka menyinggung tentang kelemahan atau kekurangan Prabowo-Hatta. Mereka hanya berharap agar pasangan yang mereka dukung itu kelak sebagai pemimpin Pemerintahan dapat membuka diri untuk berdialog, memberikan penghargaan yang tinggi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), mengadili para pelanggar HAM, serta hentikan kekerasan di Tanah Papua.

Ini jauh berbeda dengan Boni Hargens. Pengamat politik dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu menyatakan dukungannya kepada salah satu calon Capres dengan cara melakukan kampanye hitam terhadap pasangan calon lainnya. http://politik.kompasiana.com/2014/07/06/kopassus-dituding-bin-terbawa-bawa-662745.html

Boni secara terbuka dalam sebuah forum publik telah menebar isu bahwa bahwa Tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta mengadakan pertemuan dengan Kopassus dan BIN (Badan Intelijen Negara) di sekitar Cijantung untuk distribusi dana dan intimidasi menjelang Pilpres 9 Juli nanti. Boni juga menuding bahwa Kopassus dan BIN telah mendanai ‘survey-survey bayaran’ yang membuat data bahwa elektabilitas Prabowo-Hatta di atas Jokowi-Jusuf Kalla.

Disebut isu lantaran Bini tidak menguraikan tudingannya secara rinci, baik mengenai pertemuan itu maupun tentang lembaga survey bayaran yang dimaksudkannya. Tindakan Boni ini patut disesalkan. Bisa saja Boni dituding sedang memprovokasi situasi di saat Pilpres akan memasuki masa tenang.

Semoga Boni bisa belajar dari dua aktivis pembela HAM dari Tanah Papua itu. Di saat Papua sedang ‘panas’ oleh ancaman boikot Pilpres dan penyerangan terhadap aparat keamanan oleh kelompok-kelompok yang masih berseberangan dengan Pemerintah, mereka secara menyejukan meminta masyarakat Papua untuk menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani –kendati mereka sendiri mendukung Jokowi-JK. Artinya mereka juga menghargai hak warga yang mendukung Prabowo-Hatta.

Sebagai bangsa kita berharap Pilpres pada 9 Juli nanti bisa berjalan aman, damai, lancar dan bermartabat. Siapapun yang terpilih itu soal nanti. Yang utama adalah suksesi kali ini bisa berjalan secarakonstitusional. Dan pasangan yang kalah dengan lapang dada dan jiwa besar mengakui kemenangan lawannya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline