Data Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) dapat diakses oleh masyarakat umum melalui situs evaluasi.dikti.go.id. Informasi seputar kurikulum, dosen, mahasiswa, dan lainnya, disajikan apa adanya. Direktur Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Illah Sailah, mengharapkan agar para pemangku kepentingan memberikan koreksi atau perbaikan informasi bilamana menemukan data atau informasi yang tidak sesuai dengan kondisi dan fakta lapangan di masing-masing perguruan tinggi. Upaya pemerintah membuka informasi tentang EPSBED kepada publik, dapat dipahami sebagai upaya menjalankan pemerintahan yang baik (good governance), dan keterbukaan (transparansi) adalah salah satu prinsip utamanya. Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah “any group or individual who can affect or is affected by the achievement of the organization’s objectives”. Dalam konteks pendidikan tinggi secara umum, maka masyarakat masuk dalam kategori pemangku kepentingan. Secara yuridis, hak dan kewajiban masyarakat sebagai pemangku kepentingan diatur dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 8. Dalam pasal itu, masyarakat dibenarkan untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Berlakunya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) tahun lalu (2010), semakin menguatkan pentingnya aspek keterbukaan informasi bagi publik. Selain mengharuskan lembaga-lembaga negara untuk menyediakan informasi kepada umum, UU tersebut juga mewajibkan lembaga nonpemerintah untuk melakukan hal yang serupa. Berdasarkan hal di atas, maka evaluasi.dikti.go.id adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menjalankan prinsip transparansi, melaksanakan amanat UU Sisdiknas, dan UU KIP. Melalui situs itu, masyarakat dapat memperoleh informasi seputar kurikulum, dosen, mahasiswa, dan lainnya, yang berguna bagi pengambilan keputusan. Khusus bagi orang tua calon mahasiswa, dengan informasi yang ada tersebut, maka pemilihan program studi bagi putra-putrinya akan semakin diperkaya. Masyarakat Bertanya (MB): Lalu bagaimana jika data yang disajikan “apa adanya” itu bukannya memperkaya informasi masyarakat, namun malah memiskinkan ataupun mengaburkan (atau istilah kasarnya: membohongi) masyarakat? Siapakah yang harus bertanggung jawab? saam fredy marpaung (sfm): Yang pasti, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional tidak bisa lepas tangan, jika sampai ada data dalam situs tersebut yang sifatnya “membohongi” masyarakat. MB: Apakah situs itu mampu menyajikan “kebohongan”? Apakah pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi tega membohongi para pemangku kepentingan? sfm: Menurut saya secara pribadi, hal itu mungkin saja terjadi. MB: Jika dimungkinkan terjadinya kebohongan, lalu kira-kira apa yang membuat hal itu terjadi? sfm: Kuncinya ada pada saat pelaporan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi kepada Dikti. Ditambah dengan mungkin kurangnya proses cek dan ricek oleh Dikti terhadap data-data yang disampaikan oleh lembaga pendidikan tinggi itu. MB: Mengapa lembaga pendidikan tidak melaporkan secara benar data-data mereka kepada Dikti? sfm: Jika ditemukan pelaporan yang tidak benar yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi, maka hal itu dipicu oleh beberapa alasan, misalnya melindungi kepentingan-kepentingan “sesat” lembaga pendidikan tinggi itu. MB: Apakah hal itu merugikan masyarakat? sfm: Sudah pasti, jika terjadi pembohongan data, maka itu sangat merugikan masyarakat. MB: Lalu, apa yang harus dilakukan masyarakat jika dirugikan? sfm: Hmmm….ada yang bisa membantu saya menjawabnya..? (sfm). __________________________________ kunjungi saya di: http://saamfredymarpaung.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H