Sebenarnya khawatir kembali kecewa, takut kembali terluka, tak mau kembali sakit. Tapi rasa ini sulit untuk dicegah, sukar untukku menutup hati. Apakah aku kembali mencintai?
Sebenarnya aku pun telah berjanji untuk menutup hati sampai benar-benar tiba pada saat di mana seseorang datang dengan keseriusan dan kepastiannya. Tapi cinta ini kembali menguji. Harus aku apakan cinta ini?
Luka kemarin belum benar-benar kering, sakit kemarin belum benar-benar hilang, traumanya masih ada. Tapi kenapa sosok itu hadir? Apakah dia yang akan mengobati semuanya?
Jujur, meski aku trauma pada cinta tapi tetap aku menginginkan cinta. Sulit bagiku untuk hidup tanpa cinta. Tapi memang cinta sebelum akadnya menimbulkan kegundah-gulanaan.
Cinta yang sebelumnya aku nyatakan namun akhirnya berujung pada kekecewaan. Tak bisa bersama menuju rida-Nya. Tak ingin hal itu terjadi lagi pada cinta yang ini.
Tapi memang seperti itu lah mungkin, cinta bukan tentang bersama.
Lalu bagaiamana dengan cinta yang ini? Haruskah aku diam saja atau aku kembali nyatakan?
Jika aku tetap diam, aku akan hanya duduk dengan terus diselimuti dengan ketidakpastian. Tidak pasti berbalas atau tidaknya cinta ini.
Tapi bagaimana jika aku nyatakan? Aku tidak takut pada penolakkan. Tapi aku takut terjerumus pada kemaksiatan, takut pada kebersamaan yang tidak dalam keridaan-Nya. Jika cintaku berbalas.
Dan jika aku nyatakan, aku bertanya kembali pada diriku. Apakah sudah aku persiapakan untuk membangun mahligai rumah tangga?
Memang rumit hati perempuan ini.