Lihat ke Halaman Asli

Kepemimpinan Demokratis yang Memimpin

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pola Kepemimpinan

Dua Capres yang sedang bertarung memiliki 2 gaya kepemimpinan yang berbeda, yang pertama bergaya Personalized dan yang kedua SocializedCapres yang pertama menitikberatkan tujuan dan keyakinan pribadinya kepada pengikutnya dan dia akan mendukung pengikutnya tersebut untuk membawanya kepada tujuan dan visi yang diyakininya tersebut (Personalized). Sedangkan Capres yang kedua menyelaraskan nilai-nilai yang dipegangnya dengan nilai-nilai yang dianut oleh pengikutnya (Socialized).

Kedua style tersebut memiliki implikasi yang berbeda dalam cara memimpin, karakter personalized cenderung membentuk kepemimpinan nasional yang bergerak antara otoriter (Ketat) dan laissez faire (Autopilot), sedangkan kepemimpinan yang bersifat Socialized bergerak disekitar model Demokratis (update dan update).

Kepemimpinan dengan karakter personalized bersifat one man show, cenderung mudah patah dan tidak berkelanjutan karena ketiadaan pengganti yang memiliki karakter sekuat dirinya,  contoh - contoh kepemimpinan model personalized di negara ini adalah  Sukarno dan Suharto, dan dicoba untuk digabungkan oleh Prabowo Subiyanto, menggabungkan lambang-lambang Orde Baru (Otoriter) dan Orde Lama (Laissez faire), dua hal yang bertententangan di satu sisi menunjukkan dia akan menerapkan tata aturan yang ketat, disisi lainnya dia akan membiarkan kreatifitas politis  berkembang... sampai hari ini saya belum bisa membayangkan bentuknya.

Kepemimpinan dengan karakter Socialized bersifat kolektif, ini yang sudah ditunjukkan oleh Joko Widodo di Solo dan Jakarta ... dimana seorang pemimpin memberikan peran kepada para koleganya dalam pemerintahan sehingga tidak bersifat one man show, kalau di solo dikenal Jokowi - Rudy, kalau di Jakarta dikenal Jokowi - Ahok. Kepimpinan ini dilakukan secara partisipatif dan manusiawi, contoh dalam hal penggusuran pendudukan tanah pemerintah daerah secara ilegal, Jokowi - Ahok memilih menyediakan pengganti dan memindahkan dibandingkan dengan mengusir.

Kelebihan dan Kekurangan Pola Kepemimpinan Personalized

Pola kepemimpinan model Personalized akan sangat cocok untuk mempimpin negara yang rakyatnya memiliki karakter yang sama dan cita-cita yang sama misalnya Jepang dengan Kaisarnya, Jogja dengan Sultannya, sehingga tidak diperlukan proses penyeragaman secara represif, seperti halnya saat upaya Orde Baru berusaha membuat rakyatnya seragam dengan ideologi Pancasila, bahkan upaya ini akhirnya bersifat manipulatif, termasuk dengan upaya pemberian label OT pada orang-orang yang dianggap tidak Pancasilais, Disisi lainnya pola kepemimpinan ini membentuk karakter pemerintahan yang terkesan kuat karena mengandalkan instrumen represif untuk menyeragamkan pemikiran.

Pola kepemimpinan ini membutuhkan kepahlawanan melalui simbol-simbol untuk memunculkan rasa kagum pada rakyatnya, salah satu bentuknya adalah dengan perluasan wilayah kekuasaan misalnya Napoleon, Hitler, Sukarno dengan Trikora dan Dwikora, serta Suharto dengan Timor Timur-nya, dan ini dianggap sebagai sebuah kehebatan serta kekaguman, tapi bagi wilayah jajahan ini adalah bencana kemanusiaan.

Pola kepemimpinan model ini cenderung membuat negara ditakuti baik oleh negara lain, tetapi juga oleh rakyatnya sendiri.

Kelebihan dan Kekurangan Pola Kepemimpinan Socialized

Pola kepemimpinan socialized membutuhkan team work yang kuat dan saling melengkapi, dan bukan transaksional. Pak Beye pada periode pertama kepemimpinannya menunjukkan kelebihan dari pola kepemimpinan socialized ini, team work yang kuat dengan pola manajerial yang disiplin dan semua sektor  saling melengkapi buahnya adalah krisis ekonomi global bisa dilalui, namun pada periode kedua kepemimpinannya muncul kecenderungan sistem manajerial yang dibangun pada periode sebelumnya berantakan, masing-masing pemimpin sektor bergerak dengan persepsinya sendiri-sendiri walaupun masih dalam koridor undang-undang, namun membuat sistem pemerintahan tidak efektif, dampaknya hutang melambung karena subsidi dan impor membengkak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline