Malam tengah menari, beringsut menuju larut. Angin lamat-lamat mengusap setiap yang dikenanya. Sedang di ujung sana, Pak RT memasuki Warung kopi. Santai sekali. Bercelana pendek jeans. Di atasnya, T shirt warna putih dengan krah bergaris merah pada tepinya. Sementara pada hari itu, berita di berbagai media dan perbincangan di masyarakat terasa sangat panas: Teror.
Pak RT merespon dengan cepat situasi itu. Ia mengubungi jajaran pengurus untuk merapat di warung kopi. Segera berkumpul jam 9 malam, di warung Mang Jupri. Penting, urusan keamanan: demikian bunyi SMS yang dia kirim.
Semuanya membalas cepat, singkat: Oke.
Tiga huruf itu memantapkan Pak RT untuk segera lebih dulu mendatangi lokasi, sebelum yang lain. Memberi contoh sebagai pemimpin berkelas.
“Langsung ngopi, Pak RT?” Lelaki yang ditanya mengangkat telapak tangan kanan, menggoyangkannya. Dan Mang Jupri mengerti maksud isyarat itu: nanti saja.
Satu per satu muncul, memasuki tempat usaha Mang Jupri. Sampai akhirnya lengkap lima orang mengerumuni sebuah meja.
Suasana menjadi terlihat ramai. Asap rokok mengepul memijit langit-langit. Pemilik warung mulai menyiapkan gelas, gula dan bubuk kopinya, setelah Pak RT memberi isyarat dengan jempol ke atas. “Sip, Pak RT”, Mang Jupri membalasnya.
“Saya ingin tahu dari Pak Hendro, katanya kemarin ke Sarinah setelah peristiwa teror!”
“Benar, Pak RT. Tidak terlalu lama di sana. Sekedar ingin tahu, suasana yang sesungguhnya.”
“Terus, hasilnya bagaimana?” Suara Pak Rangkuti, Sekretaris RT.
“ Aman terkendali. Persis yang ada di tivi. Mantap deh kerja polisi. Salut buat mereka.”