Bukankah aku yang lebih dulu menemuimu di sana? Tapi kau bilang kepada orang banyak, kaulah yang merangsak memburuku di sana.
Di mana?
Ah, masih saja kau coba bertanya dengan pertanyaan gaya anak kecil itu. Tampaknya, kepikunanmu mulai menghinggapi usia kepala empatmu.
Hai, kawan. Bukalah kembali memorimu!
Memori, memori apa? Pasti kau akan berkata seperti itu jika aku ajak dirimu kembali ke masa silam. Jawabanmu mudah aku tebak.
Kau akan jawab begini: “Aku tak punya memori. Yang kumiliki hanyalah ‘Lemari’…..”
Uih, candamu selalu begitu. Mencoba statis yang terbingkai fallacy. Walaupun aku heran, sejauh apa pemahamanmu tentang konsep itu. Yang aku tahu, kau cuma bisa: haha dan hihi.
Kalau saja ini aku katakan langsung ke hadapanmu. Aku yakin, kamu langsung jawab:” Memang!”
Dulu, aku pernah menuduhmu strawman. Tapi kau jawab,”Aku bukanlah strawman. Tapi Batman!”
Tetap saja kamu bercanda, padahal aku lagi ciyus bingit. Dan itu malah memancing orang lain tersinggung. Maka terjadilah perseteruan segitiga antara Kau, aku dan bekasmu: si Erpivi itu.