Siapakah Presiden kita nantinya, Jokowi, atau Prabowo? Ini akan ditentukan pada tanggal 9 Juli nanti. Figuryang nasionalis, agamis, merakyat, demokratis, egaliter, tegas, santun, dll, apakah sudah tergambar di kedua calon presiden kita? Pilih cerdas untuk mempertimbangkan keunggulan calon presiden yang diperlukan untuk menahkodai bangsa yang besar ini tentunyamenjadi kunci dalam pemilihan presiden kali ini.
Kini seluruh rakyat Indonesia memperhatikan dan mempertimbangkan dengan cermat apa yang menjadi visi dan misi serta program-program kedua calon presiden dalam menjalankan tugas kepresidenannya dalam lima tahun kedepan. Penentuan visi misi dan program Ini akan menjadi kelengkapan yang tidak kalah pentingnya dan akan sangat mempengaruhi pilihan masyarakat selain faktor figur calon presiden diatas.
Hutan kota? siapa yang tidak suka dengan hutan kota? apalagi kalau ada taman kota, yang dapat menyejukkan dan mendinginkan kota. Siapa calon presiden kita yang peduli dengan hutan kota, dalam arti luas kelestarian hutan, dan penanganan perubahan iklim pada umumnya? Hanya untuk mengingatkan saja sampai sekarang tampakya belum ada satupun calon presiden yang nyata-nyata dan secara terang-terangan menyampaikan program program untuk menangani isu perubahan iklim tersebut.
Kebanyakan masyarakat mengharapkan program-program yang lebih realistis yang mereka hadapi sehari-hari misalnya masalah ekonomi, lapangan kerja, pendidikan, maupun pemberantasan korupsi. Hal-hal lain yang lebih njlimet dan abstrak mungkin luput dari perhatian masyarakat, seperti kesinambungan fiskal, infrastruktur perbatasan, masalah hubungan internasional dll.
Pengantarnya kepanjangan ya?Oleh karena itu, mari kita langsung saja melihat poin- poin penting seperti apa yang perlu dipertimbangkan dari sisi visi, misi dan program untuk dapat menentukan seorang presiden agar kita tidak salah pilih.
Visi-misi dan program pertama-tama dan yang paling populer untuk dijual adalah isu kesejahteraan rakyat. Harga murah/terkendalinya inflasi, pendidikan, layanan kesehatan, Lapangan kerja termasuk pemberikan kesempatan berusaha seluas-luasnya, pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, mengurangi kepincangan antara sikaya dengan si miskin yang kelihatan semakin nyata, merupakan komoditas yang memiliki nilai jual paling tinggi dalam program dan kampanye calon presiden. Memang program-program tersebut tidak salah dan memang itu yang diharapkan oleh masyarakat luas alias suatu keniscayaan.janji-janji kampanye program mereka tinggal kita simak, evaluasi dan kita bandingkan satu sama lain mana yang lebih baik, dalam artian mana yang memang lebih realistis/mudah dilaksanakan dan dijangkau dan mana yang bombastis/diluar nalar yang sulit dilaksanakan dan hanya sekedar bumbu untuk kampanye saja. Untuk masyarakat dengan tingkat kepedulian yang lebih tinggi, isu-isu lain juga akan menjadi perhatian sepertihubungan internasional, kesinambungan fiskal, infrastruktur perbatasan, alusista dll.
Nah, yang tidak kalah pentingnya adalah isu perubahan iklim. Binatang apa itu perubahan iklim? Tentu masyarakat akan bertanya tanya, kenapa pula perubahan iklim harus menjadi prioritas dalam program presiden baru? Apa manfaatnya?
Kalau kita ingat banjir yang terjadi Jakarta (dan juga tentunya didaerah-daerah lain) yang tiap tahun terjadi merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim. Tentu kita akan dukung sepenuhnya presiden yang memang concern dengan isu-isu perubahan iklim selain isu-isu ”tradisional” diatas. Pemerintahan presiden SBY telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dari business as usual (BAU) sampai tahun 2020 nanti. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca sangatlah berdampak dalam kehidupan sehari-hari kita. Sumber emisi gas rumah kaca bisa bermacam-macam dari penebangan hutan, emisi gas buang kendaraan bermotor, pabrik atau industri dll. Emisi gas rumah kaca menyebabkan pemanasan lingkungan, bukan saja menimbulkan pencarian es di kutub utara yang berdampak pada meningkatnya permukaan air laut, tapi juga untuk yang paling dekat dengan kita adalah menimbulkan polusi dan meningkatkan suhu udara di sekitar kita sehingga udara menjadi lebih panas. Banjir, tanah longsor, topan angin puting beliung, dan kekeringan merupakan dampak nyata dari akibat perubahan iklim ini. Kegagalan panen, munculnya hama disektor pertanian ditengarai juga merupakan dampak dari adanya perubahan iklim.
Perubahan iklim juga terjadi akibat terjadinya penggundulan hutan, deforestasi, degradasi hutan dan lahan termasuk lahan gambut dan lain lain. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi kegiatan yang lain juga cukup memprihatinkan termasuk cara-caranya dengan pembakaran hutan dll, yang sangat merugikan.
Untuk itu penanganan isu perubahan iklim perlu mendapat perhatian serius dari calon presiden kita. Penanaman kembali hutan termasuk dikembangkannya hutan kota dan hutan rakyat, pengendalian emisi gas buang kendaraan dan lain-lain mutlak menjadi program utama penanganan isu perubahan iklim.
Apakah program-program penanganan perubahan iklim akan mengancam produktifitas perekonomian nasional? Jawaban secara empiris tidaklah demikian. Brazil dengan program pengurangan deforestasinya dalam beberapa tahun terakhir ini ternyata secara konsisten masih tetap mampu meningkatkan produktifitas disektor pertaniannya. Disektor kehutanan misalnya, pemanfaatan sektor kehutanan bukan saja bisa diambil dari produk hutan kayu tapi juga non kayu, seperti untuk obat-obatan, ketersediaan air bersih, makanan dan kecantikan, bahkan ecotourism. Menjaga terjadinya erosi, banjir dan tanah longsor yang menyengsarakan rakyat bahkan bisa kita masukkan dalam kategori produk kehutanan non kayu. Dan ini yang harus tetap kita kembangkan terus. Dengan program perubahan iklim, pemanfaatan produk kayu bukannya tidak dimungkinkan, hal itu tetap dapat dilakukan namun harus terkendali.