Beberapa hari yang lalu ketika saya menagih pihutang dari salah seorang tuan toko, yang kebetulan tuan toko tersebut adalah suku Jawa. Dalam faktur tersebut tertulis angka Rpxxx.199
saya bersikukuh untuk meminta Rp 199 tersebut, tapi apa kata yang saya terima "ah dasar pelit sampean mas, mung uang semono sampean jaluk !" (AH DASAR PELIT KAMU MAS, uang cuman segitu aja kamu minta). Dengan santun saya menjelaskan menggunakan alasan sesederhana mungkin. Bu, lha wong saya ini cuman kuli, ikut dengan orang china, nek tulisanya Rp.199 bose ya diminta Rp199 gak kurang dan tidak lebih. he.he..
Dengan nada agak keras dia masih belum bisa menerima penjelasan saya...he..he..(mang kebetulan tuan toko yang ini cukup galak) saya pun cuman senyum-senyum sambil menimpali dengan kata-kata sekenanya' LHA AKU PENGEN CEPET SUGEH Bu, PENGEN NAMBAH BINI LAGI, (uku ingin cepat jadi orang kaya bu, ingin nambah isteri lagi) makanya uang seratus dua ratus tak kumpulin..ha..ha...
si ibu tuan toko menyalak Lagi "OOOO, dasar Wong Semprul........!
Para kompasianer yang budiman,
saya disini tidak berfokus pada tulisan suku jawanya, atau suku chinanya..he..he...
atau suku-sukuan...
entar dikiranya ngebahas SARA lagi...:-)
Saya disini cuman mau menjelaskan arti uang kembalian recehan Rp.199
Menurut hemat saya serupiah atau dua rupiah itu tetep uang. nyarinya juga perlu kerja keras, mungkin bisa jadi dengan cara tertimpa panas matahari yang terik bahkan mungkin juga kehujanan. Susah bukan??? Tidak gratis bukan???
So kadang-kadang saya memandang itulah bedanya suku kita red:jawa (kebetulan saya juga orang djawa he.he.) secara khusus dan umunya orang indonesia dibanding dengan suku etnis china/tiong hoa, dalam menghargai uang recehan.