[caption id="attachment_115480" align="alignnone" width="300" caption="gambar koran kampung.com"][/caption] Polemik pembelian saham Newmont terus berlanjut, bahkan DPR dan beberapa tokoh masyarakat NTB sangat garang mendesak Menkeu untuk membatalkan pembelian saham Newmont ke Pemda NTB. Sebuah pertanyaan besar bagi kita, kenapa DPR dan Pemda NTB begitu gotot untuk membatalkan pembelian saham Newmont oleh pemerintah pusat melalui Pusat Investasi pemerintah (PIP). Benarkah ini semua atas kepentingan rakyat NTB atau kepentingan pihak lain? Berdasarkan kontrak karya, pemegang saham PT Newmont nusa tenggara harus mendivestasi 51% kepemilikan saham kepada Indonesia. Komposisi pemegang saham saat ini adalah 56% saham NNT konsorsium Sumitomo dan Newmont Indonesia Ltd (NIL), 24% dipegang PT Multi Daerah Bersaing (MDB) yang merupakan konsorsium PT Multicapital Indonesia dan PT Daerah Maju Bersaing (DMB) milik 3 pemerintah daerah NTB. Pemilik lainnya adalah Pukuafu yang sebesar 17,8% dan sebanyak 2,2% dipegang oleh IMI. Saham Newmont yang dikuasai oleh PT IMI ternyata modal untuk membelinya tidak benar-benar dari kantong perusahaan sendiri, tapi dari pinjaman yang diberikan oleh NVL USA Ltd yang termasuk dalam Newmont Mining Corp (Newmont). Walau jumlah sahamnya hanya 2.2% tapi bisa jadi kepentingan Newmont dan Sumitomo akan lebih diutamakan dari pada kepentingan nasional. Sementara PT Daerah Maju Bersaing menguasai 24 % saham. PMB sudah dimiliki oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat dengan 75% saham dimiliki oleh Multicapital Anak perusahaan Bumi (Bakrie Group) dan 25% milik daerah. Keberhasilan multicapital menguasai saham Newmont juga penuh kontraversi, karena pada tahun yang sama konsorsium BUMN yang tadinya berminat tiba-tiba membatalkan pembelian itu. Multicapital juga menjanjikan kepada Perusahaan daerah Maju bersama yang dimiliki oleh pemda Propinsi nusa tenggara barat, kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat, akan mendapatkan deviden 30 juta US$ dan pembangunan smelter (pengolah biji tembaga/emas). Sayangnya pembagian deviden sebesar 30 juta US$ pada tahun 2010 seperti yang dijanjikan tidak terlaksana, daerah hanya mendapatkan 4 juta US$, karena Multicapital mengunakan dana deviden untuk membayar hutang ke ke Credit Suisse, begitu juga dengan pembangunan smelter jauh dari kerjakan oleh Multicapital. Tidak heran Menkeu begitu ngotot membeli sisa saham divestasi sebesar 7% walau dapat tekanan dari DPR dan pemda NTB, karena disamping didasarkan kepada kepentingan Nasional dan daerah yang hanya diakali oleh kepentingan perusahaan Bakrie Group, dari sisi bisnis juga sangat menguntungkan, karena PIP akan balik modal pada tahun ke 12. Sangat heran ternyata kebijakan nasionalis menkeu malah disikapi negatif oleh DPR dan beberapa ekonom yang terus melontarkan opi bahwa tindakan menkeu melanggar aturan. Bahkan wakil katua komisi XI DPR Harry Azhar Azis menyatakan "kami mendesak pembelian dibatalkan karena ilegal. Jika tidak, Presiden SBY dianggap membiarkan terjadinya pelanggara undang-undang oleh pembantunya. Presiden dapat juga dimintai pertanggungjawaban soal ini oleh DPR," Sekarang kita bertanya, lantas untuk siapa sisa saham tersebut, apakah harus diserahkan ke daerah yang kenyataannya tidak punya uang untuk membelinya dan bahkan pasti jatuh ke Multicapital milik group Bakrie. Pertanyaan kedua, kenapa DPR tidak menyelidiki kenapa Multicapital tidak memenuhi janji kepada daerah? Pertanyaan ke tiga, kenapa DPR tidak menyelidiki kepemilikan saham 2.2% oleh PT IMI yang dibeli dari Fukuofu mengunakan dana pinjaman dari Group Newmont?. Bukan berarti tulisan ini tidak berpihak kepada pengusaha nasional, tapi saya kira ukurannya seberapa besar kekayaan alam itu bisa dinikmati oleh masyarakat setempat dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan , seperti yang kita ketahui gaya akal-akalan Multicapital (bakrie Group)yang telah ingkar janji dengan daerah harusnya juga menjadi catatan dan bahasan oleh anggota DPR. Pernyataan Dirut PT Daerah Maju Bersama Andi mengklaim negara bisa mendapatkan untung lebih besar jika Pemerintah Pusat melepas 7 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara. Jika 7 persen saham jatuh ke tangan Pemerintah Pusat, saham jatah Indonesia akan terpecah. Pemerintah Pusat tidak akan memiliki kewenangan yang besar jika hanya memiliki 7 persen. Tapi, jika saham disatukan dengan dibeli oleh Pemerintah NTB dan PT Daerah Maju Bersaing, Indonesia bisa menempatkan jatah kursi untuk direksi dan komisaris. Sungguh sangat aneh pernyataan ini, karena pada dasarnya memang komposisi saham sudah tersebar kepada beberapa perusahaan nasional lain dan PT DMB tidak benar-benar mewakili kepentingan pemda, tapi lebih kepada kepentingan perusahaan bakrie group. salam tipu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H