BRI (bank Rakyat Indonesia) mulai ketar -ketir karena tingkat macet melampaui batas toleransi yang ditetapkan , bahkan saat ini NPL di unit sumedang dan Kantor Cabang Pembantu sudah mencapai 3,% lebih. Tingginya NPL BRI menjadi pertanda buruk untuk perkembangan UKM, karena akan menghambat perkembangan UKM Sumedang yang prospek dan sudah sangat tergantung dengan BRI , karena BRI Cab Sumedang tidak hanya menyetop kredit untuk nasabah baru, juga menyetop kenaikan limit kredit (top up) Menurut penuturan staff BRI yang namanya tidak mau disebutkan tingginya kredit macet dari KPR (kredit kepemilikan rumah dan KUR (kredit usaha rakyat). Lebih dijelaskan penyebab kredit : Untuk kredit mikro dan kur limit 3-20 juta banyak usaha kecil jadi-jadian. Pada saat disurvey gerobagnya dan jualannya ada, eh pas berikutnya setelah macet orangnya sudah pada kabur. Umumnya pelaku berasal dari luar wilayah kerja BRI yang kebetulan punya usaha didaerah tersebut, dengan jaringannya mereka bisa menkondisikan semuanya sehingga pada saat survey seakan-akan usahanya ada dan benar-benar berjalan. Ada lagi yang dapat KUR 10 juta , bulan pertama bayar bulan berikutnya sudah tidak bayar, pada saat dicek ternyata uangnya dipakai bangun rumah. Kontrak fiktif juga sebuah masalah besar bagi pelaku UKM. biasanya pelaku ukm yang bergerak disektor produksi dari kerudung, jaket dll. Mereka kadang mendapatkan kontrak dari berbagai perusahaan melalui mediator, pada saat barang diserahkan, pembayaran tak kunjung datang. Maraknya barang dari China juga salah satu masalah besar bagi para pelaku UKM, dari kerudung sampai baju muslim yang harganya lebih murah . Sementara beberapa sektor perdagangan UKM kalah bersaing dengan pengusaha besar yang terus menyasar pasar yang sama dengan pengusaha kecil. Banyak Grosiran kelontong tutup atau menjadi lebih kecil setelah ada minimarket alfa dan Indomaret. Sektor lain yang banyak kolap juga adalah warnet dan pedagang pulsa yang gagal mengantisipasi perubahan prilaku konsumen dan tekhnologi. Untuk mencegah penipuan terulang , pihak BRI sudah mewajibkan jaminan bisa BPKB motor , AJB rumah, AJB tanah dan nilai kreditnya disesuaikan. Untuk kasus penipuan terhadap pelaku UKM saya kira perlu pendampingan baik dari BRI maupun dari dinas koperasi dan UKM dengan melakukan advokasi, pendidikan hukum terutama soal legalitas perjanjian antara pemasok, pembeli dan mediator. Soal persaingan usaha antara pelaku usaha mikro dan dan besar, ini kerjaan pemerintah pusat dan daerah soal regulasi , untuk membatasi perkembangan pasar moderen sehingga tidak masuk keperumahan dan perkampungan. Perdagangan bebas antara Indonesia, China dan Negara Asean juga menjadi bumerang pelaku UKM yang belum siap untuk bersaing secara terbuka, sementara berharap peran pemerintah untuk membantu ini sangat sulit diharapkan. Semoga saja kasus NPL yang kian tinggi BRI cab Sumedang ini menjadi perhatian bagi pemerintah, DPR /D dan perbankan , karena bila ini menjalar ke daerah lain maka Indonesia bisa memasuki lagi fase krisis yang lebih parah dengan hancurnya sector perbankan dan pengusaha kecil pada saat bersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H