Yusril Ihya Mahendra mantan menteri pada era Megawati dan SBY , mantan ketua partai Bulan Bintang yang ngak laku lagi dipasaran, juga seorang guru besar di Universitas Indonesia ternyata bisa berkata kasar juga ya. Dalam konfrensi press berkaitan dengan cekalnya diperpanjang oleh menkumham dan kejagung mengunakan UU Nomor 9 tahun 1992, tentang keimigrasian yang dinyatakan dicabut oleh presiden pada 5 mei 2011. kemudian diganti UU Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. Dengan tegas beliau menyatakan" saya minta maaf, kalau petinggi hukum mencekal orang pakai Undang-undang yang sudah mati, tidak bisa saya berkata lain selain goblok. [caption id="attachment_116641" align="alignnone" width="400" caption="poto okezone"][/caption] Ribet juga berurusan dengan Profesor hukum dan mantan pejabat negara lagi, ternyata banyak sekali celah dan argument hukum yang beliau gunakan untuk "menohok" para pejabat negara untuk kebebasan dirinya. Secara pribadi bukan kapasitas saya untuk membahas hukum dan UU , harap maklum saja saya emang ngak ngerti hukum yang njelimet dan banyak pasal-pasalnya, wong buktinya kejaksaan saja yang berkutat dibidang hukum bisa salah apalagi ane hanya tukang dagang hehehe. Eh tapi jangan salah, saya bukan dagang hukum tapi tukang dagang biasa, kadang saya suka juga suka lupa berapa modal tuh barang, apalagi kalau baru naik, kadang keingat harga lama, pas udah dijual baru inget, jadi rugi deh. Nah begitu juga dengan kejagung dan Kamenhukham barankali lupa hehehe,walau staffnya banyak dari yang S1, S2 dan S3, habis banyak urusan kali, jadi lupa kalau sudah ada UU yang baru, repotnya yang dicekal "masternya" hukum , kena deh. Buat kejagung dan menkumham harus hati-hati ya!, jangan sampai terulang, kalau urusan ama rakyat kecil sih pasti diam, habis ngak ngerti, wong dengan pasal-pasal hukum yang disebut polisi pada saat ditilang hanya bisa menganguk-anguk saja, tahu-tahu ditilang atau "damai ditempat" isitlah lain bisa titip biaya sidang. Sang fropesor juga tidak lupa meniru gaya ruhut sitompul pada saat menanggapi Didi Irawandi Anggota DPR dengan pernyataanya ". "Didi Irawadi bilang, kalau satu dihukum, semua harus dihukum juga. Yang ada (benar) itu, kalau yang satu dibebaskan, yang lain juga harus bebas. Kok logika Didi sebagai anggota DPR itu berbalik-balik? Sekolah di mana Didi Irawadi itu?" . Coba bandingkan dengan pernyataan ruhut Sitompul " Kalau saya alumni fakultas hukum Universitas Padjadjaran dianggap sampah, saya justru mempertanyakan kelulusan ketua MK". Gaya Ruhut Sitompul ternyata lagi trend rupanya, sama-sama mempertanyakan asal sekolah atau perguruan tinggi. Kasihan banget rakyat kebanyakan yang sekolahnya tidak sehebat Yusril dan Ruhut, rasanya gimana gitu?, padahal banyak juga loh penguasa dan pengusaha hebat yang tidak sekolah , atau malah sekolahnya putus ditengah jalan. Siapa yang tidak kenal Pak Harto, penguasa Indonesia terlama, dengan ribuan sarjana dan ratusan Profesor menjadi anak buahnya dan tidak pernah bertanya, Bapak sekolah dimana?. Konglomerat kita yang sangat terkenal Omliem juga tidak sekolah, ada juga Andreas Panayiotou memiliki kerajaan properti senilai 400 juta poundsterling (Rp 5,5 triliun) dan menduduki peringkat 200 orang terkaya di Inggris, mengaku tidak bisa membaca. Waktu kecil dia berusaha keras agar bisa membaca, akhirnya dia memutuskan berhenti sekolah pada umur 14 tahun. Harusnya Yusril dan Ruhut harus bisa memanpaatkan kepintarannya untuk kepentingan Seluruh rakyat Indonesia bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok, tanpa perlu membawa embel-embel gelar dan alumni mana. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H