Lihat ke Halaman Asli

Petani Tebu "Dihancurkan" oleh Pemerintah dengan Peredaran Gula Rafinasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12923758771007781467

[caption id="attachment_78039" align="alignright" width="346" caption="poto google"][/caption] Dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Rabu lalu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan akan merevisi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula. Salah satu poin revisi, Kemperdag akan mengizinkan gula rafinasi dijual ke pasar secara terbatas. Hal itu dilakukan dalam rangka menjaga stok gula di dalam negeri (Kompas, 8/12). Rencana manis yang dilontarkan pemerintah bahwa Indonesia akan berswasembada gula pada tahun 2014, dan direvisi lagi pada tahun 2012, rasa-rasanya tidak akan tercapai, pemerintah dan aparatnya keburu lelah, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan peredaran gula rafinasi terbatas di masyarakat. Kebijakan ini tidak berdiri sendiri, karena industry akan meningkatkan impor gula rafinasi, atau bahan gula low sugar, kemudian kapasitas pabrik akan ditingkatkan, tidak heran secara perlahan rembesan pasar yang katanya terbatas, akan merembes kemana-mana, dan nasib petani tebu akan kembali terpuruk. Sudah barang tentu yang diuntungkan adalah pabrikan gula rafinasi, mereka akan mendapatkan margin yang sangat besar, dengan pasar yang luas. Seharusnya pemerintah konsisten untuk mencapai swasembada gula, dengan terus mendukung petani tebu dan industry pergulaan nasional dengan kebijakan yang terus diperbaiki, mengacu kepada Negara-negara yang berhasil berswasembada gula, baik brazil, Thailand, AS dan Uni Eropa. Semuanya itu tidak dicapai dengan mudah, kalau kita bandingkan dengan Brazil sebagai produsen gula terbesar didunia, mereka mempunyai strategi yang memanpaatkan tebu bahan gula dan ethanol ,Dikaitkan dengan kebijakan pengendalian penawaran, pemerintah Brasil mengendalikan supply gula dengan cara sebagai berikut: ketika harga BBM di pasar dunia menurun, pembuatan ethanol diturunkan (gula ditingkatkan), sebaliknya bila harga BBM meningkat, produksi ethanol ditingkatkan (gula diturunkan). Kebijakan yang dijalankan secara konsisten yang didukung penuh oleh pemerintah Brazil ini, tidak dicapai dalam satu tahun, tapi puluhan tahun, konsistensi kebijakan ini membuat Negara Brazil berhasil sebagai produsen gula dan ethanol terbesar didunia. Visi jangka panjang Brazil layak dicontoh oleh pemerintahan kita, bukan malah terus meresmikan pabrik gula rafinasi, sementara disisi lain pemerintah "berkoar-koar" untuk berswasembaga gula, padahal secara perlahan membunuh petani dan industry gula nasional . Padahal bila kita kembali sejenak ketahun 2002, Indonesia di paksa membuka pasar seluas-luasnya akibat tekanan IMF, liberalisasi gula tahap pertama diteken lewat SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Tata Niaga Gula. Pembukaan pasar  ini mendorong pembentukan pasar yang lebih  didikte oleh para korporat .  mencakup juga standarisasi dan spesifikasi gula yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Dekade inilah dimana produksi dan konsumsi gula semakin kuat didorong berorientasi industri, yakni industri yang ditopang oleh gula rafinasi seperi makanan dan minuman kemasan. Sisi lain Negara-negara AS dan UE malah terus memproteksi petani tebu dan industry mereka dengan bea masuk  gula uni eropa  sebesar 240 persen, Amerika Serikat (AS) 155 persen, India 150 persen, Filipina 133 persen, dan Thailand 104 persen. Sedangkan di Indonesia tarif masuk hanya sekitar 25 persen. Hal ini mencerminkan kurangnya perlindungan pemerintah terhadap petani tebu domestik. Saya kira langkah menteri perindustrian ini, harus dipertanyakan ulang, adakah desakan Negara asing atas kebijakan yang dibuat?, atau desakan korporat indsutri gula rafinasi yang memesan kebijakan khusus dengan harga tertentu untuk mematikan petani tebu secara perlahan-lahan dan industri gula dalam negeri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline