Lihat ke Halaman Asli

Gedung DPR ditunda, bukan di batalkan

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

[caption id="attachment_251783" align="alignnone" width="190" caption="gambar.kompas.com"][/caption] Lagi-lagi anggota DPR, menunjukan keahliannya dalam mengalihkan isu  rencana pembangunan gedung DPR yang baru, dengan kata-kata menunda bukan membatalkan, Marzuki Ali, selaku Ketua DPR, meminta tim teknis untuk mengkaji ulang pembangunan gedung DPR. Marzuki mengharapkan, pengkajian ulang menghasilkan pembangunan gedung baru yang tidak mencitrakan kemewahan yang bisa mencederai perasaan rakyat. Menurut dia, DPR pada prinsipnya membutuhkan gedung baru karena keperluan penambahan tenaga ahli. Gedung yang ada saat ini, lanjut dia, tidak lagi representatif bagi kerja anggota dewan dengan lima tenaga ahli. ttp://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/09/06/133822-pimpinan-dpr-sepakat-tunda-pembangunan-gedung-baru. Hebat bukan, para wakil kita, setelah kita lelah, dan capek mengkritisi mereka, toh lambat laun jalan lagi, ingat donk demo menolak anggaran laptop yang seharga 21 juta,pada tahun 2007. Media ramai memberitakan, rakyat menolak, anggota dewan juga ikut-ikutan menolak. Eh diam-diam, dimeja anggota dewan sudah terpajang konputer super canggih merk dell yang harganya 15 juta juta/unit. :http://news.okezone.com/read/2010/01/19/339/295719/komputer-mewah-mejeng-di-meja-anggota-dpr. Jadi, anggota DPR banyak akalnya, dan pandai mencari celah untuk memanpaatkan moment, disaat ada kasus yang heboh, mereka diam-diam terus bergerak, untuk mengolkan apa yang mereka mau. Entah apa yang diotak mereka, sehingga harus terus memaksakan kehendaknya, walaupun rakyat sebagai konstituennya, meminta mereka untuk batalkan, bukan ditunda, ada hal yang lebih penting daripada hanya mengejar kemewahan dan fasilitas, yang hanya di nikmati oleh orang-orang yang memang sudah kaya. Ada beberapa alasan kenapa harus di batalkan : 1. Sby sedang menyiapkan tim untuk pengkajian pemindahan Ibukota, masa iya kantor pemerintah di Kalimantan, DPR dijakarta. Baca : http://hankam.kompasiana.com/2010/09/06/sby-dan-marzuki-ali-tidak-satu-visi/. 2. Sekarang tingkat pengangguran terbuka hampir mencapai 10 juta orang, jika dana 1,6 T, kita jadikan modal untuk membuka kebun sawit misalnya, bila biaya pembukaan kebun sawit per/ha adalah 5 juta, maka kita akan mendapatkan kebun sawit sebesar 320ribu ha. Belum lagi bila yang dibuka adalah hutan yang masih lebat, kayunya  ditebang bisa menghasilkan pendapatan tambahan pembukaan kebun sawit. Bila kebun sawit ini dari awal kita siapkan untuk TKI yang pulang, terutama buruh kebun sawit di Malaysia. Pemerintah bisa membagikan kebun sawit per KK 1 ha, bisa dengan sistem kredit tanpa bunga, atau berbunga rendah, maka akan 320 ribu kk, yang memiliki kebun sawit dengan jumlah orang yang hidup disawit sebesar 1.280.000 orang. Belum kita hitung dampak ekonomi lanjutannya. Proyek ini dalam jangka panjang akan mengurangi kemiskinan dan jumlah TKI ke Malaysia. Dari pada kebun sawit hanya dikuasai pengusaha besar dan asing, saat ini saja, pengusaha Malaysia, sudah memiliki 2,2 juta ha, yang tersebar dari Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. 3. Investasi kebutuhan rakyat banyak, bisa untuk dana monorel di Ibukota yang sampai saat ini masih belum jelas, dan tiang-tiang pembangunannya masih terbengkalai. Sudah pasti bila monorel jadi, akan mengurangi kemacetan Jakarta, dan para anggota DPR, lebih cepat tranportasinya, baik menuju gedung dewan, maupun untuk mencari tempat Spa atau panti pijat, hehe. Rakyat juga senang, karena ada alternatif transportasi. Saya yakin kok, akan sangat jarang anggota DPR, pejabat pusat menggunakan monorel, pastinya mereka lebih senang mobil pribadi atau mobil dinas mereka. 4. Investasi, di bidang listrik. Pengelolaan sumberdaya batu bara, dan gas, sehingga PLN, tidak kesulitan untuk mendapatkan batu bara dan gas. Miris rasanya, ketika PLN harus pakai solar atau impor batu bara karena PLN kesulitan mendapatkan pasokan dari pengusaha dalam negeri. http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/08/26/brk,20100826-274197,id.html. Padahal tambang terbesar batu bara di Indonesia, dimiliki oleh Aburizal bakri, selaku ketua Golkar, dan ekspor batu bara nasional jauh melampaui kebutuhan dalam negeri. Sungguh banyak alternatif kegunaan dana 1,8 T, dibanding hanya membangun gedung yang hanya dinikmati 550 anggota DPR. Bukankah gedung DPR yang sekarang masih lebih mewah dari pada gedung SD yang telah menghasilkan kita sebagai anak didiknya, tentunya juga para anggota dewan, yang terhormat. Rekan-rekan kompasiana juga bisa menambahkan dengan 1, 6T, apa yang lebih mendesak kita bangun di banding gedung untuk wakil rakyat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline