Lihat ke Halaman Asli

Purple Heather

Diperbarui: 28 November 2016   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Purple Heather (sciencenordic.com)"][/caption]Makhluk tersebut berdiri di hadapan Anne yang saat itu duduk bersimpuh di lantai. Dia dikelilingi banyak monster yang berukuran lebih kecil darinya – goblin. Jumlah mereka banyak, walaupun tidak mencapai seratus. Mereka memenuhi pekarangan di bagian belakang kastil klan Branvold. Tempat di mana ia – Anne Lilla Magnhild Branvold, biasa menghabiskan waktu berlatih pedang dengan kakaknya di bawah bimbingan para ksatria klan Branvold.

Makhluk itu satu-satunya yang bukan goblin. Perawakannya tinggi besar namun wujudnya tidak lazim. Tubuhnya hitam kelam laksana bayangan, namun dia nyata adanya. Kedua lengannya panjang dengan jari-jari tangan berkuku tajam. Jari yang mampu mematahkan pedang. Jari yang kuat dan kokoh seperti baja. Jari yang dilengkapi kuku tajam tersebut mampu menembus armor musuh-musuhnya. Sungguh monster yang sangat menakutkan. Kekuatannya dahsyat dan mengerikan – seperti yang telah ia tunjukkan kepada Anne.

Dia tak bermata, hanya ada dua lubang hitam di mana seharusnya sepasang bola mata berada. Tetapi dia mampu melihat dengan baik.

Sesekali dia memiringkan kepalanya. Wajahnya seperti sedang mengamati Anne. Dia membungkukkan badannya lalu menjulurkan tangannya ke tubuh Anne.   

“Jangan,” kata Anne sambil terisak dan semakin meringkuk. Sejenak ia mengusap wajahnya dengan tangan yang berlumuran darah. Anne terus memeluk Svein – sang kakak yang berada di pangkuannya. Svein tewas dibantai makhluk ini ketika ia berusaha menjauhinya dari Anne. Tak diduga ternyata Svein yang diincar makhluk itu, bukan Anne.

Darah Svein melumuri tangan Anne yang terus mendekapnya.

“Aku … harus … melakukannya …” terdengar suara makhluk itu. Suara seperti rintihan atau erangan. Suara yang penuh kesedihan. Sementara tangannya masih berusaha menjangkau tubuh Anne.

“Harus melakukannya … melakukannya …” ulangnya, lagi dan lagi.

Anne menengadahkan wajahnya memandang makhluk itu.

“Svart Skygge,” katanya kepada makhluk itu – memberanikan diri. “Untuk kali ini saja …”
Anne kembali menundukkan kepala. Dia mulai menangis. Dia yang mencoba untuk tabah sepertinya sudah tidak kuat lagi.
“Svart Skygge, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” Anne terisak.

Svart Skygge – makhluk yang kelam seperti bayangan itu terdiam. Dia sepertinya memahami apa yang dikatakan Anne.
Namun semua itu bukan urusannya. Dia tak peduli itu semua. Dia hanya menjalankan perintah – melakukan apa yang harus dilakukan. Jadi, dia membunuh hampir semua anggota keluarga Brandvold. Hampir semuanya, kecuali si bungsu Anne Brandvold – gadis kecil berusia sepuluh tahun. Dia juga membunuh para prajurit dan pekerja lainnya di kastil ini. Kastil milik Thor Brandvold, ayah Anne.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline