"No, I'm not homeless. I'm just houseless. Not the same thing, right?"
Kalimat itulah yang paling membekas dalam ingatan saya pasca menonton Nomadland (2020) garapan Chloe Zhao. Kalimat itu dituturkan Fern (diperankan oleh Frances McDormand) saat bersua dengan remaja perempuan yang--tampaknya--pernah menjadi muridnya di sekolah.
Sebelumnya, remaja itu bertanya dan memastikan, apakah kini Fern betulan homeless. Fern menjawab dengan nada meyakinkan, dirinya hanyalah houseless bukan homeless.
Fern benar. Hanya karena tak lagi punya rumah sungguhan yang beratap dan berdinding, bukan berarti ia bisa disebut homeless.
Homeless dan houseless adalah dua hal yang berbeda. Sebab, kata Morrissey dalam lirik lagunya: "Home, is it just a word? Or is it something you carry within you." (Seorang perempuan dalam adegan di Nomadland memamerkan tato potongan lirik itu di lengan kanannya)
Baca Juga: Perihal Kita, Pengelana Menuju Rumah atau Sebaliknya
Sejatinya, 'home' melampaui ruang fisik dan spasial--yang merujuk pada seorang yang spesial, keluarga, komunitas, bahkan kenangan yang abstrak sekalipun. Setiap orang memiliki hal tersebut, meski tak semua orang punya 'house' untuk menetap.
Fern memilih sebutan 'houseless'. Sebab 'homeless' berkonotasi dengan suatu makna objektifikasi dan menimbulkan rasa 'kasihan' dan 'iba' pada orang yang--seolah-olah--dianggap gelandangan tak berdaya.
Fern hendak menolak penggunaan kata ini. Ia bukan gelandangan, ia juga tak ingin dikasihani oleh siapa pun, termasuk keluarga sedarahnya sendiri.
Fern adalah houseless yang berdaya--seorang pengembara, sang nomad abad modern.