Lihat ke Halaman Asli

Rizka Khaerunnisa

TERVERIFIKASI

Jurnalis

"27 Steps of May": Jurang Sepi bagi Penyintas Kekerasan Seksual

Diperbarui: 1 Mei 2019   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

May (diperankan oleh Raihaanun) dalam film "27 Steps of May" (Foto: dok. Green Glow Pictures)

May (Raihaanun) mengawali harinya dengan menyiapkan penampilan diri, termasuk menyetrika blus berlengan panjang yang itu-itu saja dan mematut diri di depan cermin sambil menjepit poninya dengan penuh kehati-hatian. 

Rambut panjangnya itu hampir selalu digulung rapi. May juga selalu mengenakan kaos kaki putih setinggi lutut dan sepatu selop berwarna putih. Sebelum membuka pintu kamar, May selalu mengusap-usap blusnya, memastikan lagi kalau penampilannya sudah rapi.

Lalu dimulailah rutinitas hariannya itu; membuat baju-baju boneka.

Pertama-tama, ia keluarkan seluruh kemasan boneka dari rak besar yang terpajang di kamarnya dan sang Bapak (Lukman Sardi) membungkusnya ke dalam kresek hitam besar. Tiap pagi, Bapak akan menyerahkan kemasan-kemasan boneka itu kepada Kurir (Verdi Solaiman), sekaligus akan diterimanya sekantong besar boneka anyar yang masih belum berbaju dari si Kurir.

Selanjutnya, May mulai menjahit baju-baju boneka dan segala pernak-perniknya. May mengerjakan itu semua di dalam kamarnya. Pintu kamar sengaja dibiarkan terbuka agar Bapak bisa membantu pekerjaan May meski harus duduk terpisah di depan kamar. 

Keduanya beraktivitas dalam keheningan, tanpa percakapan. Jika sudah rampung, May memajang semua boneka di rak kamarnya. Dengan raut wajah saksama--seolah-olah tengah menghadapi hal yang sangat serius--May akan menghitung jumlah boneka yang sudah dikemas rapi.

Begitulah hari-hari May selama delapan tahun terakhir. Melakukan rutinitas yang itu-itu saja.

Mungkin kita tak akan betah jika terjebak dalam rutinitas monoton seperti May dan Bapak. Tapi bagi May, rutinitas itu adalah satu-satunya mekanisme yang ia punya untuk bertahan hidup. 

Rutinitas dan perilakunya yang serba teratur dan penuh kehati-hatian itu, disebut OCD (Obsessive-Compulsive Disorder), merupakan buah kompensasi atas rasa trauma yang mendalam akibat pemerkosaan massal yang dialaminya.

Kehidupan May membuat kita, terutama yang non-penyintas, ikutan resah. Bagaimana tidak, adegan dalam film ini sangat minim dialog dengan tempo lambat, sehingga kita kudu sabar untuk menanti dan menerka apa-apa yang hendak dikerjakan May. Ditambah lagi, pengambilan adegan perilaku OCD May itu disorot dengan detail.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline