Lihat ke Halaman Asli

Media Sosial dan Kemampuan Self-control

Diperbarui: 22 Mei 2017   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marshmallow (via http://www.lifelinerepairs.com/wp-content/uploads/2015/08/android_marshmallow.jpg)

Oleh Rizki Basuki

Masih ingat bunga-bunga amarylis yang sempat viral di Yogyakarta di akhir tahun 2015? Bunga-bunga yang dapat mekar setahun sekali tersebut sempat menjadi viral karena kebetulan mekar di waktu yang bersamaan. Taman bunga amarylis dalam sekejap berubah mirip seperti taman bunga Keukenhof di Belanda.

Pengunjung pun banyak berdatangan ke taman seluas 2.350 meter persegi tersebut. Menurut Sukadi, dinukil dari liputan6.com, setiap harinya sekitar 700 orang datang untuk berkunjung. Para pengunjung menikmati keindahan taman bunga yang dimiliki Sukadi tersebut, ataupun sekedar berswafoto.

Tetapi, apa yang terjadi beberapa hari setelahnya? Bunga-bunga amarylis yang termasuk dalam suku Amaryllidaceae tersebut banyak yang rusak. Dari foto-foto yang beredar di dunia maya, tersangka utama pengrusakan taman tersebut tidak lain adalah pengunjung itu sendiri. Foto-foto yang beredar secara gamblang memperlihatkan bagaimana pengunjung merusak taman bunga tersebut. Beberapa pengunjung menginjak-injak bunga untuk berfotoria, duduk-duduk tepat di atas bunga, bahkan sampai berbaring di hamparan bunga tersebut.

Tindakan pengrusakan di atas jelas adalah vandalisme yang merupakan salah satu bentuk dari sikap antisosial. Pengunjung yang menginjak-injak, bahkan berbaring di hamparan bunga tersebut tidak peduli dengan orang yang merawat bunga yang ditanamnya tersebut. "Memprihatinkan, orang lebih peduli mendapat foto yang bagus daripada melihat alam yang bagus. Ingin ke sana hanya untuk pamer difoto bahwa pernah ke sana dan tidak menikmati keindahannya” ujar salah seorang netizen merespons perilaku para pengunjung sebagaimana disitat liputan6.com.

Dapat dilihat bahwa salah satu motivasi pengunjung adalah mendapatkan foto yang dapat dipamerkan di media sosialnya. Akun-akun di Instagram sempat menampilkan foto-foto orang-orang yang berswafoto di taman amarylis tersebut. Memang memamerkan foto mereka di media sosial bukanlah sesuatu yang dilarang karena hal terebut merupakan bentuk ekspresi yang dilindungi Undang-Undang. Tetapi, kesalahan utama pengunjung yang dapat diidentifikasi dari fenomena di atas adalah cara mereka untuk mendapatkan foto.

Mereka mencari tempat-tempat foto di sekitar taman bunga yang secara sadar atau tidak sembari merusak tanaman tersebut. Yang penting mendapatkan foto, mereka merusak bunga-bunga dengan berbaring, duduk-duduk, atau menginjak-injaknya. Mereka nampak tidak peduli dengan kerusakan bunga-bunga tersebut. Hal ini sama saja pengunjung tidak peduli dengan orang yang menanam dan merawat bunga-bunga tersebut. Hal ini mengundang pertanyaan: apakah orang-orang lebih peduli terhadap apa yang ia dapat bagikan di media sosialnya ketimbang peduli terhadap orang lain di sekitarnya, yakni dengan bersikap antisosial?

Tingkah laku antisosial atau Anti Social Behavior (ASB) memiliki makna yang tidak sederhana. Namun, dalam esai ini, pengertian sikap antisosial yang digunakan adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Waluya (2009: 102), yaitu sikap yang mengarah pada penentangan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Beberapa aspek yang bisa dikategorikan sikap antisosial adalah tindakan/perilaku yang tidak diterima di masyarakat, baik itu rasa tidak menyukai keteraturan sosial, ketidakpedulian sosial, maupun ketidakmampuan dan tindakan melawan norma yang ada di masyarakat. Ini berarti membuang sampah sembarangan, vandalisme, suara bising motor, kasar dan gaduh, meminta-minta di jalan, dan hedonisme merupakan bentuk dan contoh individu yang terjangkiti sifat antisosial.

Salah satu bentuk sikap antisosial adalah vandalisme. Vandalisme, menurut kamus Oxford, adalah “action involving deliberate destruction of or damage to public or private property" atau tindakan pengrusakan yang disengaja terhadap properti umum atau yang dimiliki orang lain. Dengan demikian, apa yang dilakukan pengunjung yang merusak bunga-bunga tersebut di atas dapat diklasifikasikan sebagai sikap antisosial. Sikap mereka di atas jelas didorong oleh keinginan mereka untuk mendapatkan foto dan membagikannya di media sosialnya. “Gue foto di sini masalah? Bodo amat, suka-suka gue dong. Ngurus hidup sendiri belum tentu bisa, sok-sokan ngurus bunga yang layu di kebun,” ujar salah satu pengunggah foto di media sosial sebagaimana disitat solopos.com

Selain vandalisme, bentuk lain dari sikap antisosial adalah hedonisme. Nalewajek (2013) berargumen bahwa sikap hedonisme, khususnya pada konsumen, ditandai dengan sifat yang ingin memuaskan diri mereka setinggi-tingginya dengan produk yang dibeli. Selain rasa puas terhadap produk, sikap hedonis juga mencakup rasa puas terhadap proses pembelian produk itu sendiri (misalnya lama waktu berbelanja, mencoba-coba produk, mengetes, mencari dan lain lain).

Nalewajek (2013) dapat mengaitkan penggunaan media sosial terhadap sikap hedonis individu. Orang-orang semakin hari semakin aktif untuk berbagi segala sesuatu tentang hidupnya di media sosial, seperti foto, video, dan lain lain. Orang-orang semakin betah berselancar di media sosial karena konten yang mengisi umpannya semakin menarik. Konten yang mereka buat sendiri mereka bagikan dalam rangka mengekspresikan kepribadian dan diri mereka. Selain berbagi konten yang mereka buat, mereka juga berbagi konten yang mereka sukai yang mereka temukan pada orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline