Dunia sedang dilanda demam Corona, semua negara sepakat bahwa virus Corona adalah virus yang berbahaya. Corona adalah penyakit yang berbahaya. Saya sepakat, anda pun sepakat. Masalahnya, penyakit di dunia yang paling berbahaya dari sisi statistik justru bukan Corona!
Tapi TBC (Tuberculosis), penyakit paru-paru akibat bakteri yang merenggut 183 nyawa manusia Indonesia setiap harinya, atau 67 ribu nyawa orang Indonesia tiap tahun. Ada 835 ribu penderita TBC di Indonesia dan jutaan di seluruh dunia.
TBC merupakan penyakit nomor 5 paling mematikan di dunia, dan nomor 1 untuk kategori penyakit menular. Vaksin BCG untuk TBC pun tidak sepenuhnya menjamin, meskipun sudah ada obat dan banyak pasien yang sembuh.
Begitupun Corona, Tiongkok sebagai negara pertama yang terjangkit virus Corona justru mengklaim sudah menemukan vaksinnya dan segera di patenkan. Kecepatan Tiongkok disini patut di apresiasi terlepas nyinyiran warganet bahwa Tiongkok dituduh sebagai pembuat virus sekaligus anti-virusnya.
Saya sama sekali tidak ingin mengecilkan virus Corona, saya bukanlah dokter ahli yang berhak mengklaim bahwa Corona ini tidak berbahaya, sama sekali tidak. Tapi dilihat dari efek kejutnya, rasanya efek kejut Corona ini sudah diluar nalar. Terutama di Indonesia.
Jumlah penderita positif Corona di Indonesia ada dua orang, dan yang suspect atau dalam pengawasan jumlannya banyak. Jumlah penderita positif Corona jauh lebih kecil dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan Australia. Di Thailand yang tidak gembar-gembor sudah ada satu pasien yang meninggal.
Tentu kita tidak mau ada korban jatuh seperti di negara lain, tapi panik dan kemudian mencerca pemerintah yang tidak tanggap sungguh sebuah kesia-siaan. Tidak ada satupun negara yang ingin tertular virus Corona, negara lain punya teknologi yang lebih baik dari Indonesia, tapi toh mereka terkena juga. Tapi apa rakyatnya saling mencerca? Tidak.
Bahkan di Tiongkok sekalipun mereka justru menganggap penyakit ini adalah cobaan. Mereka saling menguatkan, karena namanya juga penyakit, secanggih apapun kita berlindung, kalau Tuhan berkehendak kita mau apa. Kita hanya bisa berusaha semaksimal mungkin.
Disinilah saya justru heran pada beberapa anggota DPR yang panik bukan kepalang, pemerintah dikira lalai, tidak tanggap dan sebagainya. Di lain sisi, seorang Gubernur yang seharusnya mengikuti arah pemerintah untuk tetap tenang dan menenangkan, justru membuat gaduh dengan menyebarkan berita jumlah warga suspect Corona yang seharusnya itu domain Kementerian Kesehatan.
Pun dengan anggota DPRD yang membuat twit soal suspect Corona dengan narasi mengerikan cenderung hoax. Entah karena ingin dianggap sebagai "pahlawan" atau apa. Yang jelas, tindakan seperti itu adalah toxic.
Akibat perbuatan mereka pun terasa, masyarakat dilanda kepanikan luar biasa, terjadi penumpukan masker sehingga masker menjadi langka, harganya melejit berkali-kali lipat, pun dengan sembako. Beredar hoax penyerbuan swalayan dengan foto adanya warga yang membeli mie instant dalam jumlah banyak, yang padahal warga tersebut sedang kulakan. Masyarakat pun menyerbu swalayan hingga lupa bahwa sembako ada masa kadaluarsanya.