Lihat ke Halaman Asli

Ryo Kusumo

TERVERIFIKASI

Profil Saya

Mau Kemana Dikau, Wahai BTP?

Diperbarui: 28 Januari 2019   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://www.justreadonline.com

Hijrah, bukan hanya dimiliki oleh kaum beragama Islam tapi juga non Islam, bahkan atheis. Hijrah berarti perjalanan berubah menjadi lebih baik, meskipun harus berganti ideologi, keyakinan, pakaian hingga nama sekalipun.

Inilah yang melatarbelakangi Ahok tidak lagi ingin dipanggil Ahok, melainkan BTP. Perubahan nama panggilan bisa berarti banyak, salah satunya mengubur masa lalu.

Jika seorang bernama Donna, tiba-tiba ingin dipanggil dan disebut sebagai Ustad Abu Malik Al Donari, bisa berarti dia ingin mengubur masa lalu sebagai Donna sang bartender, misal. Yang jadi masalah adalah mengubur masa lalu BTP dengan segala sepak terjang yang membuat publik kadung mencintai sekaligus membencinya adalah sangat tidak mudah.

Ahok..eh BTP dilahirkan sebagai politikus dari tingkat bawah, DPRD tingkat 2, lalu kemudian Bupati, Wakil Gubernur dan Gubernur. Setengah masa hidupnya dihabiskan di lingkup politik. Lantas apakah rekam jejak ini ingin dihapus begitu saja?

Sah saja, dan sangat mungkin. Menghapus masa lalu sudah dilakukan jutaan orang. Tapi masalahnya, apakah dari BTP sendiri menginginkan itu?

Kok saya cenderung ragu. Meskipun saya menulis bahwa selain politikus BTP bisa berkarir sebagai ketua KPK, youtuber, host atau artis instagram sekalipun.

Tapi itu hanyalah guyon, dan dalam diri saya, BTP hanyalah alter-ego seorang Ahok. Nama BTP hanya sebuah "pelarian" dari trauma politik yang menghancurkan dirinya. BTP di masa lalu tidak menginginkan itu. Dari perubahan nama itu sebetulnya justru saya melihat sisi lain Ahok dua tahun lalu, yaitu Ahok tidaklah sekuat yang kita bayangkan.

Ahok tampak tertekan. Dia memang ksatria dengan tidak kabur dari jerat hukum, tapi Ahok sendiri tidak bisa terima dengan keadaan dan tekanan, ditambah cerainya dia dengan sang istri, dengan latar belakang itulah maka lahirlah BTP.

BTP ingin terlahir baru? Ya, sah saja. Tapi ingin berbeda? Nanti dulu. BTP dan Ahok hanya beda nama. Casing sama, isinya sama, yang beda hanya "baju"nya. Bahkan saya masih melihat karakter Ahok di BTP ketika curhat ke OSO tentang Veronica yang katanya tidak bisa masak. BTP masih blak-blakan, masih cas cis cus.

Benar mau berubah? Saya kok enggak yakin. Gejolak kawula muda BTP ketika melihat ketidaksesuaian dalam tatanan masih terlihat jelas. Apalagi soulmate-nya sedang berjuang sendirian di pucuk pimpinan negeri ini.

Ya, BTP adalah Ahok, dan Ahok adalah Politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline