Lihat ke Halaman Asli

Ryo Kusumo

TERVERIFIKASI

Profil Saya

Manisnya Gula Era Jokowi, Antara Mimpi dan Kerja Nyata

Diperbarui: 20 September 2018   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://regional.kompas.com

Beberapa bulan lalu, saya mampir ke India, tepatnya di Kanpur, distrik Uttar Pradesh, 6 jam dari Delhi via darat. Untuk visit satu pabrik yang menyediakan peralatan pabrik gula. Bayangkan pabrik gula pun kita harus jauh ke India.

Padahal tebu konon paling subur tumbuh di Indonesia, tepatnya di Lampung, disana tebu memiliki nilai rendemen 8,34%. Artinya setiap 100 kg tebu bisa menghasilkan 8,34 kg gula.

Tapi di India, nilai rendemen mencapai 11%, di Thailand lebih gila lagi, nilai rendemen gula bisa mencapai 14%. Bukan soal kualitas tebunya, tapi teknologinya lebih optimal.

Indonesia sangat punya sumber daya, tapi tidak punya teknologi. India dan Thailand, punya keduanya. Tapi saya lebih memilih India, lebih murah.

Teknologi apa memangnya? Sabar, nanti saya cerita.

Jadwal saya itu bertepatan dengan Thai Pongal, atau festival panen hasil tani di India, baik beras maupun tebu.

Saya sendiri disuguhi Pongal, nasi campur susu yang wajib ada, dimasak hingga berbuih-buih sebagai rasa wujus rasa syukur. Enak? Jujur, gak doyan.

Selepas makan siang, saya kembali ke Delhi, naik mobil sewaan, 6 jam. Sengaja karena saya ingin melihat suasana perbukitan India. Sepanjang perjalanan si supir banyak cerita soal swasembada gula yang sedang gencar gila-gilaan.

Sejak awal, Narendra Modi sang Perdana Menteri sudah menitahkan setiap pabrik gula di India menggunakan sistem Cogeneration. Dimana sampah tebu yang biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku pembangkit listrik internal, harus bisa menghasilkan listrik yang bisa dijual ke external.

Artinya, sampah tebu harus bisa menghasilkan listrik yang besar, listriknya di jual ke PLN-nya India, tetesnya jadi Ethanol, Ethanol dijual ke pabrik, untuk yang memenuhi food grade maka akan menjadi sabun, mentega dll. Dan karena bersumber dari bahan baku yang bisa diperbarui, maka namanya menjadi Bioethanol.

Pendapatan pabrik gula meningkat. Pabrik gak perlu lagi cari untung besar dari gula. Gula menjadi murah, harganya cuma 16.13 rupee/kg atau setara 3400 rupiah per kg, tanpa subsidi, tanpa impor. Di Indonesia? 14 ribu rupiah per kg.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline