Lihat ke Halaman Asli

DIA

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam yang hangat. Malam yang membuatku harus bersembunyi takut di dalam selimutku, dan mulai menggigil kedinginan. Bulan, bintang, dan segala benda langit seakan tertawa melihatku tanpa badan dan hanya kepalaku yang keluar dari dalam selimut. Apakah mereka tak tahu kalau aku menanti sesuatu? Mereka hanyalah orang bodoh yang tak memilikki apa-apa sehingga mereka menertawakanku. Aku tak pernah peduli dengan mereka. Mereka hanyalah angin yang terus berjalan tanpa pernah meminta maaf kepada manusia yang telah mereka tabrak dan manusia takkan peduli akan itu. Akulah manusia dan merekalah angin, aku tak peduli. Kemarahanku dihentikan dengan bunyi alaramku yang kencang dan dengan segera mataku bergerak refleks ke arah jam dinding ungu itu. waktu menunjukkan pukul 00.00. aku membangunkan dia dari tidurnya di sampingku. Aku mengangkat tiramisu yang berhiaskan lilin merah dan menaruh di depannya.
“Selamat ulang tahun sayang. 27 Oktober tahun lalu kau hadir tertawa bersama denganku aku masih ingat ketika itu kau menciumku dengan begitu mesra. Sebuah kecupan yang takkan pernah kulupakan. Ditambah lagi, kau masih sempat mengatakan kalau kau mencintaiku. 27 Oktober ini, kau juga hadir dan tertawa lagi bersamaku. Tapi apakah kau sudah bosan dengan mengatakan kalau aku sayang kamu? Tapi biarlah. Aku sayang kamu. Terima kasih sayang mau menemaniku.”
Ingin aku tunjukkan tiramisu ini kepada benda langit sehingga mereka tahu aku bukan orang bodoh seperti mereka. Aku tak tahu apa yang mereka tertawakan. Lagipula mereka hanya dibutuhkan ketika matahari mulai beristirahat. Aku? Aku selalu diperlukan setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap saat. Aku mulai berkata lagi,
“Sepertinya sudah saatnya kita dimanjakkan oleh kasur dan bantal ini. Tenanglah sayang, aku takkan pernah meninggalkanmu. Ayo kita tidur dan dengan cepat mengusir benda langit malam ini yang tak ada gunanya sama sekali. Selamat malam sayang. Semoga tidurmu nyenyak.”
Aku menarik selimut tebalku untuk menyelimuti aku dan dia. Aku memelukanya erat-erat, menciumnya dan tanpa sadar aku tertidur di pelukan dia yang bernama Teddy Bear.
Maryo Anugerah Sarong




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline