Lihat ke Halaman Asli

Kismi 2 di SDN Cemerlang

Diperbarui: 30 Oktober 2017   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Sabtu pagi, 4 Februari 2017, ditengah hujan yang mengguyur Kota Sukabumi tak menyurutkan langkah kami para relawan yang tergabung di kelas inspirasi sukabumi (kismi) 2 untuk datang ke SDN Cemerlang. Dengan berbagai barang bawaan yang kami siapkan, mulai dari alat peraga hingga keperluan konsumsi membuat suasana pagi itu begitu sibuk. Diawali briefing singkat dari Ka Chyka, terkhusus untuk para inspirator yang baru pertama kali ikut, kami memantapkan diri memasuki kelas masing-masing.

KI Sukabumi merupakan kelas inspirasi ke-2 yang saya ikuti setelah Bekasi. Jika ada orang yang setelah ikut KI kemudian kapok, saya malah ketagihan. Merelakan hari cuti untuk membagikan sedikit yang saya punya ternyata lebih membahagiakan daripada cuti saya habiskan sendiri. Rencana awal kami untuk melakukan flashmob di opening ceremony pun berubah dijadikan closing, dengan harapan hujan tidak turun lebat. Saya berpindah-pindah kelas dengan menggunakan jaket, terkadang payung. Kondisi sekolah yang terdapat beberapa tangga membuat kami harus ekstra hati-hati saat berpindah kelas, khawatir tergelincir.

Pagi itu saya awali di kelas 6, menurut info dari pihak sekolah kelas ini merupakan kelas teraktif. Wow....langsung saja saya segera berdoa semoga kegiatan ini berjalan lancar. Ternyata benar kelas ini sangat aktif, mengikuti metode seorang teman saya memanggil murid bukan berdasarkan nama tetapi cita-cita mereka. Awalnya mereka malu-malu tapi semakin lama semakin bangga akan cita-citanya tersebut. Di kelas inilah saya pertama kali menemukan seorang murid yang bercita-cita menjadi ustad. Wow...luar biasa! Saya teringat masa-masa sekolah minggu dulu, dari 60 anak hanya 1 orang saja yang bercita-cita menjadi pendeta. Buat saya, ini merupakan cita-cita yang luar biasa. Anak ini begitu pendiam dan minder karena beberapa temannya mengejek cita-citanya tersebut. Jadi saya coba menjelaskan bahwa menjadi ustad bukanlah hal yang buruk. Ustad juga pekerjaan yang mulia.

Kelas-kelas selanjutnya berlangsung dengan aman. Hingga tibalah kelas terakhir, kelas 2, ini merupakan pertama kalinya saya mengisi di kelas kecil. Respon mereka sangat berbeda dengan yang saya kira. Ternyata berada di kelas ini sangat menyenangkan. Daya hayal dan tingkat kepekaan lebih tinggi dari kelas sebelumnya justru membuat saya nyaman berada di kelas ini. Ada satu orang anak yang pendiam, yang mau tampil kalau dibujuk dan diajak langsung ke depan kelas. Dan momen yang menyentuh saya adalah ketika menulis di piagam cita-cita. Beberapa anak bertanya apa itu bapak dan ibu, yang membuat saya menjelaskan bahwa itu adalah orang tua dan ternyata beberapa anak tinggal dengan ibu/bapak dan neneknya. Dan ternyata info dari guru, anak-anak di sekolah ini banyak juga yang orang tuanya bekerja sebagai TKI.

Setelah setiap kelas selesai menulis piagam cita-cita, maka dilakukanlah flashmob lagu "Setinggi Langit" yang dinyanyikan oleh Naura. Awalnya sesuai rencana hanya beberapa relawan dan tim dokumentasi yang berada di tengah lapangan. Tetapi ketika lagu mulai diputar, ternyata sebagian besar anak dan guru ikut menari bersama. Ah...lagi-lagi KI meninggalkan kesan yang membuat saya ingin terus berpartisipasi di kelas inspirasi lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline