Lihat ke Halaman Asli

Dona Mariani

Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Hati Selembut Awan

Diperbarui: 22 November 2024   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari nampak bersinar terang di kala siang ini. Bersama dengan sekumpulan awan yang membumbung tinggi di kanvas biru ciptaan-Nya. Terlihat sebuah mobil sedan berwarna putih sedang terjebak macet yang berada di sebuah jalan raya dengan di sebelah kanan adalah jembatan rel kereta api dan di sisi sebelah kiri adalah jalan umum. Di apit oleh dua mobil truk di sisi depan dan belakang, mereka benar-benar terjebak di sana. Di dalam mobil, terdapat sebuah keluarga kecil yang sedang menunggu giliran untuk jalan. Alunan musik jazz yang mengalun melalui speaker mobil yang ditancapkan, serta pendingin ruangan yang membuat telapak kaki merasa kedinginan, menemani mereka dalam kemacetan.

Laura dan keluarganya hendak berkunjung menuju rumah keluarga ayahnya yang berada di daerah perbukitan. Dia dengan sabar menunggu mobil mereka jalan kembali sambil menopang dagunya dengan tangan, memandangi alam sekitar yang masih terlihat asri dan sejuk. Dalam perjalanan, terlebih dahulu mereka harus melewati rumah-rumah penduduk, kemudian area hutan jati yang masih rindang, lalu sungai-sungai yang mengalir dengan deras, area persawahan yang menghijau karena telah masuk musim panen padi, serta beberapa jalanan yang rusak akibat banjir yang melanda beberapa waktu lalu di sekitar area tersebut.

Beberapa menit menunggu, akhirnya mobil bisa berjalan kembali. Penyebab kemacetan tadi adalah adanya kegiatan proyek akibat ada bagian jalan yang ambles akibat hujan deras. Mobil pun terus melaju membelah jalan beraspal, menyalip beberapa kendaraan, area persawahan yang menghijau karena musim panen padi, memasuki sebuah desa yang dikelilingi perbukitan dan beberapa meter kemudian mereka telah sampai di rumah keluarga ayahnya. Usai memarkirkan mobil di bahu jalan desa karena tidak terdapat lahan parkir yang memadai, Laura bergegas turun dari mobil dan berlarian kecil ke dalam rumah. Bangunan sederhana berwarna hijau tua yang berdiri di sekitar lahan tidak lebih dari satu hektar itu berdiri kokok dengan rumah para tetangga.

Begitu sampai, dia melepas alas kaki terlebih dahulu sebelum bertemu dengan kakek, bibi dan kakak sepupunya. Mereka menyambut keluarga Laura dengan keramah-tamahan yang hangat, sebelum menanyakan kabar masing-masing. "Yang lain ke mana, Bi?" tanya Laura sambil mencomot kue kering yang ada di dalam toples di ruang tamu.

Bibinya yang berada di sampingnya persis pun menjawab, "Lagi pada sibuk kerja. Mas Hafiz pulangnya bulan depan sedangkan tante Rima baru dapat jatah libur dua minggu lagi," katanya sambil tersenyum kepada keponakannya itu.

Laura mangut-mangut. "Semuanya lagi semangat bekerja ya, Bude," katanya.

Setelah itu tidak banyak yang dia lakukan selain berbincang santai dengan kerabatnya dan bermain gawai di ruang tengah atau ruang keluarga. Kakeknya yang melihat hal itu dengan raganya yang masig segar-bugar, berinsiatif mengajak cucunya, Laura, untuk pergi menuju ladah sawahnya yang terletak tidak jauh dari rumah. Laura mengiyakan ajakan tersebut dan berjalan keluar secara berdampingan dengan kakeknya. Sepanjang perjalanan, kakeknya dengan ramah menyapa para warga desa dan disapa balik oleh mereka. Dulu, kakeknya pernah menjabat menjadi ketua RT sehingga banyak yang mengenali dirinya. Laura pun tidak ikut ketinggalan disapa dan dia menyapa balik warga desa dengan senyuman manisnya.

Ketika hampir sampai di ladang sawah, dari arah depan mereka melihat seorang kakek-kakek yang sedang melintasi jalanan. Mengenakan pakaian ala petani lengkap dengan topi capingnya sedang membawa motor yang lumayan jadul dan dibelakangnya terdapat sebuah karung yang berisi penuh dengan rumput untuk pakan ternak. Tiba-tiba dari arah samping terlihat seekor kerbau yang berlari kencang dan sepertinya hendak menyeberang ke samping bahu jalan. Baik Laura maupun kakeknya sama-sama terkejut dibuatnya dan begitu pula dengan si kakek. Demi menghindari tabrakan, dia membanting setir ke arah kanan. Alhasil ia jatuh terperosok ke area persawahan yang masih tergenangi air.

Tanpa banyak berpikir, Laura dan kakeknya bergegas membantu si kakek yang jatuh terperosok bersama motornya itu. Untung saja beliau tidak mengalami cedera serius, hanya beberapa luka goresan yang terukir di kulitnya yang sudah menua akibat gesekan tubuh dengan aspal jalan. "Terima kasih, ya, Mang Hasyim, Nok Laura. Sudah mau membantu saya," kata si kakek setelah dibantu oleh mereka berdua.

Mang Hasyim, atau kakeknya Laura berujar, "Sama-sama, Joko. Sama sekali tidak merepotkan, kok," ujarnya kepada kakek Joko. Laura pun berkata demikian kepada kakek Joko dengan bahasa yang lebih sopan.

Tidak lama kemudian, beberapa warga yang kebetulan berada di sana mulai berdatangan menghampiri mereka bertiga. Setelah menanyakan keadaan, para warga menawarkan kepada kakek Joko untuk dibawa ke puskesmas terdekat. Dengan senang hati beliau menerima tawaran dari beberapa orang yang sudah berbaik hati mau mengantarnya ke puskesmas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline