Jakarta menempati peringkat 94 kota berkelanjutan atau Sustainable Cities Index (SCI) 2018. Dari 100 kota yang disurvei, Ibukota Indonesia itu hanya unggul dari Manila, Nairobi, Cape Town, Hanoi, Cairo, dan Kolkata.
Selama tiga tahun terakhir (2016-2018), posisi Jakarta di antara kota-kota dunia berangsur alami kemunduran. Pada tahun 2016 Jakarta menempati posisi ke 88, turun menjadi peringkat 89 di tahun 2017, dan semakin anjlok di peringkat 94 pada tahun 2018. Masuk dalam posisi 10 terbawah, Jakarta dianggap sebagai kota yang tidak berkualitas. Rendahnya indeks Jakarta tidak terlepas dari jarak yang cukup lebar antara pengembangan ekonomi dan perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan perkotaan. Selain itu, pembangunan infrastruktur di Jakarta justru dianggap sebagai stimulus kemacetan.
Richard Register adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide kota berkelanjutan. Tahun 1987, ia menulis sebuah buku berjudul Ecocity Berkeley: Building City for Healthy Future. Ia meyakini bahwa pembangunan kota harusnya tidak hanya memperhatikan sisi ekonomi saja, tetapi juga kualitas hidup manusia di dalamnya. Kota yang berkelanjutan atau sustainable city bisa didefinisikan sebagai kota yang didesain tanpa mengabaikan dampak lingkungan. Sebuah kota bisa dikatakan berkelanjutan jika ia memperhatikan keseimbangan harmonis antara perkembangan kotanya dengan perkembangan lingkungannya. Sebab jika salah satunya rusak, yang terjadi adalah ketidakberlanjutan sistem.
SCI dirilis oleh Arcadis, konsultan arsitektur dan perencanaan kota yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Menurut Arcadis, kota-kota yang secara besar-besaran telah meningkatkan ekonomi serta kualitas hidup berada di posisi atas, sedangkan kota yang masih mengembangkan ekonomi cenderung berada peringkat bawah. Riset Arcadis mengeksplorasi keberlanjutan kota berdasarkan perspektif warga dan merangking 100 kota dunia berdasarkan tiga pilar keberlanjutan: People (Penduduk), Planet (Lingkungan), dan Profit (Ekonomi). Ketiga pilar tersebut erat kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs) dan melacak kemajuan terhadap komitmen SDGs PBB.
Sustainable Cities Index (SCI)
SDGs menekankan sifat lintas sektoral yang berkelanjutan dan perlunya bagi semua kota untuk mengambil pendekatan yang seimbang dalam mengembangkan rencana pembangunan, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Memahami kebutuhan warga dan bagaimana sebuah kota berfungsi adalah kunci untuk mengidentifikasi bagaimana perencanaan untuk meningkatkan kinerja keberlanjutan kota dapat diterapkan secara efektif.
Sustainable Cities Index (SCI) atau Indeks Kota Berkelanjutan adalah alat ukur global dari pembangunan keberlanjutan sebuah kota, mencakup langkah-langkah sosial, kesehatan lingkungan, dan ekonomi kota. SCI yang dirumuskan oleh Arcadis mengukur kinerja sebuah kota berdasarkan tiga indikator keberlanjutan, yakni People (Penduduk), Planet (Lingkungan), dan Profit (Ekonomi).
1. Indikator People, mengukur kinerja kota dalam hal: Kesejahteraan Personal yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan kriminalitas; Kehidupan Kerja yang meliputi ketimpangan pendapatan, jam kerja, dan rasio ketergantungan; dan Kehidupan Perkotaan yang meliputi aksesibilitas transportasi, layanan digital, dan fasilitas lainnya.
2. Indikator Planet, mengukur kinerja kota dalam hal: Kebutuhan Mendesak Warga yang meliputi persediaan air, sanitasi, dan kebersihan udara; Dampak Lingkungan Jangka Panjang yang meliputi konsumsi energi, tingkat daur ulang, dan emisi gas rumah kaca; Investasi Karbon Rendah yang meliputi energi terbarukan, infrastruktur sepeda, dan insentif kendaraan listrik; dan Ketahanan Kota yang meliputi paparan bencana alam dan pemantauan risiko.
3. Indikator Profit, mengukur kinerja kota dalam hal: Efektivitas Infrastruktur Transportasi yang meliputi kemacetan kereta api, transportasi udara, dan lalu lintas; Kinerja Ekonomi yang meliputi PDB per kapita, tingkat pengangguran, kemudahan berbisnis, pariwisata, dan posisi dalam jaringan ekonomi global; serta Infrastruktur Bisnis yang meliputi konektivitas seluler dan broadband dan penelitian teknologi yang dilakukan perguruan tinggi.