Menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden partai politik menggalang kolalisi. Karena menurut Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pada Pemilu Legislatif kali ini tidak ada satupun partai politik yang memperoleh kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, Maka tidak ada satu partai politikpun yang dapat mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Kemudian agar dapat mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden maka partai politik harus berkoalisi.
Dalam koalisi ini apa sajakah alasan yang mendasari ? Apakah alasan murni? Ataukah alasan transaksional? Jika partai politik berasalan murni karena persamaan visi, misi, dan tujuan sepertinya terlalu naïf. Jika partai politik beralasan transaksional ini mungkin terjadi, karena pastinya partai politik mengharapkan posisi jabatan penting dalam kabinet jika koalisi yang dibangun memenangkan pemilu.
Apakah nanti jika salah satu koalisi memenangkan pemilu, apakah koalisi berlanjut? ataukah koalisi pecah? Jika berkaca pada koalisi pemenang pemilu lalu, kurang solidnya koalisi atau mungkin karena adanya perbedaan tujuan, salah satu parpol dalam koalisi tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (koalisi pemenang pemilu). Salah satu partai politik itu seperti keluar dari koalisi dalam pemerintahan atau seperti oposisi. (RS)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI