Lihat ke Halaman Asli

Ryan M.

TERVERIFIKASI

Video Editor

Menyoal Sensor

Diperbarui: 20 Maret 2016   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilutrasi (soompi)"][/caption]

Saya tidak tahu apakah kontroversi soal sensor terhadap tayangan yang memperlihatkan sebagian anatomi tubuh perempuan masih berlangsung saat ini karena saya sudah lama tidak menonton saluran televisi nasional.  Satu-satunya info yang saya dapat berasal dari putri sulung saya (11 tahun) yang bilang seperti ini, “Ayah, kartun kan sekarang disensor.  Masa’ Barbie (yang setting ceritanya di pantai sehingga si Barbie mengenakan bikini) disensor,” lanjutnya seraya bersungut-sungut.  Matanya membelalak semakin lebar ketika saya beritahu bahwa katanya tokoh Sandy Cheek – si tupai di serial kartun Spongebob Squarepants pun disensor.

Kembali ke masa 19 tahun lalu sekitar tahun 1997.  Saat itu status saya adalah karyawan baru di sebuah stasiun televisi swasta.  Posisi saya adalah Video Editor.

Sebagai editor yang baru masuk, bulan pertama saya ditempatkan di offline editing yang lebih simpel peralatannya dibanding online editing (yang biasanya jadi tempat syuting film-film fiksi ilmiah karena terkesan canggih).

Begini sedikit penampakan mesin-mesin di ruang online editing :

[caption caption="rupa mesin online editing, canggih (dokpri menggunakan sony dsc p32)"]

[/caption]

[caption caption="rupa mesin online editing, canggih (dokpri menggunakan sony dsc p32)"]

[/caption]

Oke, kembali ke topik.

Salah satu job desc editor di offline editing adalah sensor.  Di sini editor ‘hanya’ menjalankan tugasnya mengikuti kewenangan yang dimiliki seorang PD Sensor.  Ia (PD Sensor) yang menentukan bagian-bagian mana yang harus disensor.

Namun meski namanya ‘sensor’, yang kami lakukan adalah membuang adegan-adegan yang dinilai provokatif dalam sebuah tayangan.  Adegan-adegan yang tidak lolos tayang biasanya sbb :

  1. Orang merokok, apabila tayangan tersebut akan diputar sebelum jam 10 malam. Ini terkait dengan aturan pembatasan jam tayang iklan rokok.  Iklan rokok hanya boleh diputar lewat jam 10 malam, begitu juga adegan orang merokok – termasuk asapnya.
  2. Adegan kekerasan yang digambarkan secara vulgar misalnya penusukan berkali-kali, menunjukkan bagian tubuh yang terpotong, darah muncrat, dll yang bersifat brutal. Poin ini jadi prioritas utama apabila tayangan tersebut akan diputar di jam-jam makan, ditambah hal-hal yang dianggap menjijikkan pun bakal dibuang.  Ada yang siap makan siang sambil disuguhi tayangan tentang ingus?  Selamat membayangkan.
  3. Kata-kata berupa makian, baik lokal maupun internasional. Untuk tayangan lokal, kata-kata seperti ‘tai’ dan ‘bangsat’ sudah pasti akan dihilangkan atau diganti dengan tune yang umumnya berbunyi ‘tit’ atau ‘tut’ – entahlah.  Sementara untuk bahasa asing, saya rasa jelas, adegan orang mengacungkan jari tengah - kiri maupun kanan, pokoknya jari tangan - sambil mengucap [tiiit – sensor] sudah pasti akan dipenggal.
  4. Adegan seksual dan yang menjurus ke arah seksual – baik berupa kata-kata, bunyi-bunyian, bahasa tubuh, maupun adegan kissing.

SENSOR, SENSOR!

Nah, untuk poin 1 sampai 3 batasannya cukup jelas, beda dengan poin 4 karena parameternya subjektif.  Untuk beberapa PD Sensor, adegan kissing masih ditoleransi apabila sekadar kecupan ringan, “cup!”, sementara beberapa orang lagi cukup keras aturannya, “Pokoknya nggak boleh ada orang ciuman.  Titik!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline