Lihat ke Halaman Asli

Antara Kesengsaraan , Kenikmatan dan Investasi

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otak manusia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu Otak Primitif, otak tengah dan otak berpikir. Jika pada waktu yang lalu saya pernah membahas mengenai konsep pemikiran sadar dan bawah sadar, kini saya coba membahas hal yang berbeda dari sisi otak manusia.

Otak primitif adalah otak yang ada juga pada makhluk hidup lainnya bukan hanya manusia, maksudnya adalah hewan tentunya. Otak Primitiflah yang membawa kita pada suatu konsep berpikir bahwa manusia senang mencari kenikmatan dan menjauhi diri dari kesengsaraan. Yah, siapa juga yang mau sengsara? Betul?

Namun,  ada hal yang menarik terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahwa kenikmatan kadang membawa diri kita kepada kesengsaraan. Apa kira-kira contohnya? Coba kita ingat-ingat waktu kita di sekolah, murid yang lebih suka belajar maka dia cenderung memiliki nilai lebih baik dibandingkan murid yang jarang belajar. Bila kita lihat dari sudut pandang kenikmatan, pastilah yang jarang belajar akan lebih sering bermain atau melakukan hal lain yang dianggap nikmat, Betul? Efeknya adalah kesengsaraan karena nilainya tidak baik dan bisa saja membawa kepada kesengsaraan jangka panjang yaitu tidak naik kelas.

Banyak hal lain dapat kita temukan bahwa kenikmatan jangka pendek akan membawa kita pada kesengsaraan jangka panjang. Dan inilah juga yang terjadi pada  hubungan kita dalam membangun kekayaan. Membangun kekayaan diperlukan suatu konsep menahan diri yang identik dengan ketidaknyamanan dan kesengsaraan saat ini. Banyak sekali orang yang tidak kuat menahannya sehingga akan terjebak pada kesengsaraan jangka panjang.

Baiklah! Apa yang perlu kita perbaiki saat ini?

Rupanya lagi-lagi konsep berpikir mengenai asosiasi sengsara dan nikmat. Seringkali kita mengurungkan niat untuk memulai berinvestasi dan membangun asset karena ketidaknyamanan pada kondisi sengsara saat ini yang tidak dapat kita tahan. Makan di restoran lebih sehat dan lebih enak dibandingkan makan di tempat lain, menggunakan sepatu merk X lebih nyaman dan tidak pegal dibandingkan sepatu merk Y dan banyak sekali contohnya.

Asosiasi pemikiran mengenai sengsara jangka pendek harus diubah dengan sebuah asosiasi yang dikatakan luar biasa, yaitu sengsara jangka pendek demi kenikmatan jangka panjang. Biar saja saya makan tidak di restoran agar nantinya saya bisa memiliki kost-kost an, biar saja saya tidak membeli produk X karena dengan menggunakan produk Y maka saya dapat membeli reksa dana lebih besar, dan lain sebagainya.

Namun hal ini kadang juga masih gagal dilakukan oleh orang banyak karena tetap saja, tidak ada satu orang pun yang mau sengsara. Ada sebuah asosiasi sempurna, dimana memiliki kenikmatan jangka pendek dan nikmat juga jangka panjang. Hmmm…. Kira-kira seperti apa ya?

Bagaimana seorang Ade Rai bisa memiliki otot tubuh luar biasa seperti itu? Apakah karena mampu menahan sengsara atas latihan yang Ade Rai lakukan? Atau karena mampu menahan sengsara atas pola makan yang sedemikian ketat? Tidak rupanya! Ade Rai justru menganggap apapun yang dilakukan selama proses pembentukan dirinya hingga menjadi seperti yang hari ini kita lihat dengan kenikmatan. Ketika mengangkat barbel demi menjadikan otot sedemikian rupa perlu dilakukan 10x maka Ade Rai akan mengatakan kenikmatan mengangkat beban adalah 15x. Ketika semua orang mengatakan 10x adalah sengsara, 15x justru menjadi sebuah ukuran kenikmatan bagi seorang Ade Rai.

Banyak sekali contoh dalam kehidupan kita yang dapat kita ambil untuk bisa mendapatkan pemikiran mengenai konsep pemikiran asosiasi sempurna. Ketika kita berpikir dengan cara yang standard maka kita akan menghasilkan sebuah hasil yang standard. Ketika kita semua menyadari bahwa diri kita perlu mencapai sebuah level baru dalam kehidupan kita dengan berinvestasi, maka perlu sebuah pemikiran revolusioner untuk menjadikan kita sampai pada level tersebut.

Seringkali dalam seminar yang saya lakukan, saya mengatakan bahwa investasi bahas mudahnya adalah kegiatan ‘jago nahan’. Siapa lebih pandai, lebih kuat, lebih apapun dalam menahan pastinya investasi nya akan lebih besar dibandingkan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline