Lihat ke Halaman Asli

Ryan Faiz Fatkhurohman

Mahasiswa HI yang sudah selesai nonton GoT

Tragedi Kanjuruhan: Ketidakberdayaan Negara Menguasai Penuh Penyelenggaraan Sepak Bola Nasional

Diperbarui: 25 Oktober 2022   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendukung Arema FC bergegas menyelamatkan diri di tribun akibat tembakan gas air mata secara masif. (sumber: medcom.id)

Kasus tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, bisa dikatakan sebagai hasil dari bom waktu kurangnya profesionalitas penyelenggaraan kompetisi sepak bola di Indonesia. 

Tragedi sepak bola terburuk pada abad ini menelan korban lebih dari 130 jiwa, menyudutkan PSSI selaku penyelenggara kompetisi olahraga sepak bola di level nasional sebagai pihak yang paling bertanggungjawab. 

Akan tetapi, berbeda dengan masalah dugaan pelanggaran HAM lainnya, kasus ini menjadi rumit dikarenakan selain keterlibatan adanya pengaruh dari pihak eksternal – FIFA selaku badan sepak bola internasional -  selain daripada instansi pemerintah dan sektor privat.

Peristiwa ini, terjadi akibat akumulasi dari hampir semua unsur yang ada di dalam pertandingan. Dimulai dengan bergeraknya sejumlah Aremania (suporter tuan rumah) yang memasuki lapangan akibat kekecewaan terhadap hasil pertandingan, disusul oleh reaksi stewards/pihak pengamanan yang cenderung represif. 

Semakin memanasnya situasi di lapangan membuat pihak pengamanan yang terdiri dari polisi dan tentara menembakkan gas air mata terhadap kerumunan suporter di tribun. 

Akibatnya, kekacauan besar tercipta dengan adanya fakta terkuncinya sebagian besar pintu stadion. Korban jiwa jatuh dengan mayoritas akibat kekurangan oksigen, terinjak-injak dan juga racun gas air mata. 

Setelah terdapat kesimpangsiuran validasi data korban, pemerintah akhirnya mengumumkan jumlah korban menjadi 448 jiwa, dengan 125 orang meninggal dunia, 21 luka berat, dan 302 luka ringan. Seiring berjalannya waktu, total korban meninggal dunia sejauh ini dikabarkan bertambah menjadi 135 orang (CNN Indonesia).

Adanya tragedi ini terjadi karena permasalahan dari sejumlah aspek. Dari sisi suporter selaku penikmat pertandingan, peristiwa ini muncul akibat kultur sepakbola di Indonesia yang keras dan eksentrik. Sepak bola ibarat candu bagi para suporter, sehingga aksi-aksi yang disuguhkan juga terkadang melampaui batas norma. 

Seperti penggunaan chant yang intimidatif, perang provokasi di sosial media maupun kawasan umum, hingga bentrokan antar suporter rival telah mewarnai kompetisi sepak bola di Indonesia. Sepak bola sebagai hiburan di semua kelas masyarakat, malah menyebabkan belum tertatanya struktur organisasi di kalangan suporter (selain Jakmania – Persija Jakarta). Akibatnya, suporter menjadi massa yang sering tidak dapat dikontrol ketika peristiwa anarkis terjadi.

Melihat dari hasil penyelidikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta pada 14 Oktober 2022, penyebab utama dari tragedi ini salah satunya ialah penggunaan gas air mata secara tidak tepat sasaran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline