Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Krisis Pangan di Tahun-Tahun Pemilu

Diperbarui: 25 Desember 2023   20:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Bulog mati kutu, harga beras meroket karena produsen swasta menguasai pasar beras di indonesia

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama sehingga pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi setiap warga negara. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan, tren kenaikan harga beras yang terjadi saat ini tak hanya soal masalah gangguan produksi. Namun, akibat adanya produsen-produsen swasta yang mulai menguasai pasar dan mengendalikan harga.

Kenaikan harga beras merupakan efek kebijakan liberalisasi sektor pangan nasional sehingga mengancam kedaulatan pangan nasional dan memicu terjadinya krisis pangan. Kenaikan harga beras yang mencapai Rp. 15.000 sampai Rp. 17.000 dipengaruhi oleh meingkatnya penguasaan pasar oleh sektor swasta, yakni disaat adanya gangguan produksi pangan akibat badai elnino, pihak swasta menaikan harga beras untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dan pemerintah tak kehilngan power untuk menstabilkan harga pangan melalui BULOG.

Meskipun terjadi kenaikan harga beras di pasar, namun harga jual gabah dipetani tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk menguntungkan para petani. Dilansir dari pembaruan terakhir harga gabah di laman Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2023, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 6.415 per kilogram, harga Gabah Kering Giling (GKG) Rp 7.386 per kilogram, dan Gabah Luar Kualitas (GLK) Rp 6.043 per kilogram.

Dari harga beli dipetani sampai harga jual beras ditingkat pengecer, terdapat selisih Rp. 8.000 sampai Rp. 10.000 per Kg, jika dikalkukasikan biaya penggilingan dan biaya distribusi yang hanya Rp. 2.500 sampai Rp. 3.000/Kg, maka dalam penjualan beeras pengusaha dapat memperoleh keuntungan Rp. 4.000 sampai Rp. 5.000 per Kg, maka kenaikan harga beras akan berdampak pada penurunan kesejahteraan di masyarakat dan berbanding terbalik dengan meningkatnya kekayaan produsen beras swasta.

UU No. 18 tahun 2012 Pangan menimbulkan adanya upaya untuk meliberalisasi pangan. Hal ini terlihat dalam UU tersebut yang membolehkan swasta memiliki stok pangan. "liberalisasi pangan memberi ruang pemilik modal yang kuat akan menguasai pangan sehingga berdampak terhadap penyediaan, distribusi dan peruntukan pangan". Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator bagi para pelaku ekonomi yang menguasai sektor pangan. Artinya yang mengatur, menyediakan dan mendistribusi pangan nasional diberi hak penuh pada pihak investor, dengan demikian pihak investor atau pemodalah yang mengatur harga eceran terhadap kebutuhan pangan nasional.

Setelah UU No. 18 tahun 2012 disyahkan, produsen swasta mulai membanjiri dan menguasai pasar beras di Indonesia. Pabrik beras sukses abadi merupakan produsen beras terbesar dan paling modern di indonesia dengan kapasitas produksi membutuhkan 450.000 ton gabah kering pertahun, atau setara dengan hasil panen 40.000 hektar sawah padi yang dipanen dua kali setahun. 

Joko Mogoginta mungkin masih sedikit asing bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah pemilik sekaligus pendiri dari PT FKS Food Sejahtera Tbk. Lewat anak perusahaannya PT Dunia Pangan, dia menjadi salah satu distributor beras terbesar di Indonesia lewat tiga anak usahanya yakni PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki dan PT Sukses Abadi Karya Inti. 

Martua Sitorus pemilik PT Wilmar Padi Indonesia merupakan salah satu pengusaha yang diuntungkan dari liberalisasi pangan di Indonesia dan tentu sebagai elit yang memiliki pengaruh untuk menentukan harga pangan di Indonesia. Pada tahun 2022 versi Forbes, total peningkatan kekayaan Martua meningkat drastis dan menjadi pengusaha No. 14 terkaya di Indonesia yakni, senilai US$ 3,1 miliar atau setara dengan Rp. 48,3 triliun. 

2.Impor beras 2 juta ton pertahun, tani melarat dan rakyat menjerit harga beras terus meroket

produksi padi dari dalam negeri tipis atau sangat sedikit. "total kebutuhan beras selama satu tahun sebanyak 30,5 juta ton, sementara produksinya sebesar 24 juta ton pertahun, dan produksi padi di Indonesia 90 persen diproduksi oleh petani kecil". Untuk menjaga ketersedian pangan nasional, pemerintah setiap tahunnya harus melakukan kebijakan impor beras untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional. Rendahnya produksi padi di indonesia dipengaruhi oleh menyusutnya keluarga tani di indonesia selama 10 tahun terakhir, total 16 juta keluarga tani di indonesia adalah petani gurem dengan kepemilikan lahan garapan hanya sebesar 0,5 are perKK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline