Lihat ke Halaman Asli

Rian Diaz

Menulis banyak, membaca juga banyak

Roro Jonggrang Versi Sertifikat Rumah

Diperbarui: 5 Desember 2022   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image caption: gambar diambil dari freepick

Salah satu kisah cinta tak sampai yang ikonik dan pelik adalah kisah cinta Bandung Bondowoso dan Roro Jongrang. Tidak melepas ingatan dari kisah Juliet dan Romeo dalam karangan Shakespeare, juga Rosse dan Jake dalam Titanic yang legendaris itu. Kisah cinta yang gagal selalu menjadi topik menarik.

Newmedia baru saja menghadirkan sebuah  kisah cinta yang  terpaksa gagal karena ide tentang sertifikat rumah sebagai mahar. Jika Bandung Bondowoso harus membangun candi dalam semalam untuk menikahi Roro Jonggrang, Dono harus menyerahkan sertifikat rumah sebagai mahar di H-3 pernikahan sebagai syarat melangsungkan pernikahan. Rumit memang.

Bandung Bondowoso akan berhasil membangun candi demi cintanya pada Roro Jonggrang, jika tidak ada rekayasa kokok ayam. Dono memilih membatalkan pernikahan itu karena logika dan posisi sosialnya sebagai lelaki yang tak boleh dipandang lemah. Bandung kuat dalam  tubuh, Dono kuat dalam logika dan keputusan. Seksis memang!

Berkaca dari Roro Jonggrang, mungkin saja si perempuan itu tidak ingin menikah dengan si lelaki, karena itu dia mengajukan syarat sertifikat sebagai upaya membatalkan pernikahan itu. Tapi Dono bukan Bandung Bondowoso yang mengiyakan begitu saja permintaan  perempuan. Dono memilih berhenti dengan alasan logika dan harga diri sebagai lelaki.

Tulisan ini  menghindari pengakiman personal. Penulis hanya ingin melihat eksistensi newmedia sebagai ajang klarifikasi dan pertentangan isu personal. Ketika para peneliti newmedia sedang fokus dalam menyikapi konvergensi antara komunikasi massa dan komunikasi interpesonal, tiktok telah tiba pada pembauran yang pekat dalam urusan pribadi para penggunanya.

Tiktok sebagai platform paling seru memberi kesempatan kisah ini sampai pada masyarakat. Sementara di saat yang bersamaan  para feminis sedang gencar menggunakan newmedia untuk menyuarakan kesetaraan dan hak-hak sosial yang adil.

Eksistensi Newmedia bagi perempuan 

New media membawa aura baru bagi wacana tentang  kesetaraan keadilan sosial antara laki-laki dan perempuan. Setiap orang meniscayakan dirinya mampu berinteraksi dengan berbagai media baru secara aktif, seperti curhat dan menyampaikan keluh kesah pribadi melalui akun nyata maupun hadir sebagai sosok anonim.

Kebebasan yang ditawarkan media baru juga membuka ruang bagi kesetaraan gender. Feminisme telah menemukan peluang dalam newmedia sebagai jalan perjuangan mereka menembus dominasi maskulinitas. Eksistensi pergerakan feminis di newmedia dikenal dengan cyberfeminism. 

Cyberfeminisme  berupaya memberi gambaran yang jelas mengenai relasi antara teknologi dengan peran perempuan di dalamnya. Salah satunya dalam menggeser paham seksisme yang laten dalam masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline