Lihat ke Halaman Asli

Sudah adilkah alam bawah sadar kita ?? ( Buruh, Perusahaan Asing, dan Koruptor )

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Demo Buruh menuntut kesejahteraan, tapi ko demo ada yg bawa motor Ninja 250 ? Segitu kah standar tidak sejahtera nya buruh?”

“Ah Buruh kebanyakan minta, kemampuan pas pasan kebanyakan minta..toh upah skrng aja udah bisa beli Ninja 250..gimana kalo upah naik ?? bisa bisa beli rumah di menteng ..pada kurang bersyukurnih buruh“

Sering kali kita menemukan kata kata seperti diatas pada social media yang merupakan efek dari munculnya oknum buruh yang membawa ninja 250 pada demo kenaikan upah buruh. Walaupun banyak yang mengecam kepemilikan ninja 250, menurut saya kepemilikan ninja 250 tidak bisa dipermasalahkan sepenuhnya karena upah buruh memang tetap rendah dan secara akal sehat sangat tidak mungkin memiliki ninja 250 dengan upah buruh yang hanya 2.2 juta. Tetapi apakah kita semua mengenyampingkan faktor rejeki seseorang yang bisa datang dari mana saja ? ya rejeki yang diberikan oleh Tuhan tentu bisa datang dari mana saja tidak hanya dari gaji rutinitas pekerjaan saja, bisa saja orang yang memiliki ninja 250 mendapatkan rejeki dari tempat lain. Tetapi banyak orang mengambil kesimpulan dengan gaji 2,2 juta saja, seorang buruh dapat memiliki ninja 250 dan buat apa harus naik gaji ??? Padahal saya merasa bahwa dengan gaji 2,2 juta saja tidak akan dapat memiliki ninja 250 sehingga kita tentu tidak dapat menggeneralisasikan standar kesejahteraan buruh dari upah 2,2 juta dengan seseorang yang mimiliki ninja 250 ( karena bisa saja dia memiliki lebih dari satu sumber rejeki). Tentu saja jika penggeneralisasian pendapat orang orang tentang “gaji 2,2 juta bisa beli ninja 250” merupakan hal benar, maka sudah semua buruh yang mengikuti demo sudah membawa ninja 250 dan mobil.

Saya menyadari bahwa banyak sekali media yang menyorot kepemilikan ninja 250 ini dan memojokkan permintaan kenaikan upah buruh dengan dalih kepemilikan ninja 250 dengan upah yang sekarang. Dan apabila diperingkatkan pada sosial media tentang demo buruh, pengaitan demo buruh dengan ninja 250 merupakan hal yang paling banyak dibicarakan orang di sosial media. Apakah kita semua sudah terlalu sinis terhadap para pekerja kasar ?? hingga saya dapat mengambil kesimpulan

“Apa pekerja kasar sebegitu tidak layaknya mepunyai barang bagus? “

Padahal kita semua tahu bahwa yang memiliki ninja 250 hanyalah oknum, tetapi kita semua mengecam seolah olah semua buruh dapat membeli ninja 250 dengan upah yang sekarang. Dan toh kalau sebagian kecil buruh memiliki “barang bagus” yang kebetulan memiliki rejeki lain selain dari upah buruh, kenapa kita semua begitu mengecamnya?? Apakah yang dinamakan pekerja kasar tidak pantas punya sedikit barang bagus??

Tentu bukan hal ini yang ingin saya bahas pada tulisan saya kali ini, saya ingin membahas suatu hal lain yang masih dalam konteks kenaikan upah buruh dan masih berhubungan dengan hal diatas. Sering kali kita melihat orang disekitar kita mengecam permintaan kenaikan upah buruh dengan keras hingga membawa perkiraan perkiraan ekonomi makro jika permintaan kenaikan upah buruh terpenuhi, seperti

“Apabila Upah buruh terjadi kenaikan maka daya konsumsi masyarakat akan naik, ujung ujungnya harga harga akan makin naik dan buruh akan mengalami hal yang sama seperti saat sebelum kenaikan upah”

“Apabila upah buruh dinaikkan maka beban gaji perusahaan akan naik, dan apabila perusahaan sudah tidak sanggup lagi menahan beban gaji yang tinggi maka terjadilah phk..yang dirugikan ujung ujungnya adalah buruh”

Mungkin beberapa dari kita berkomentar begitu keras tentang tuntutan kenaikan upah buruh dan tidak sedikit orang yang menggunakan alasan alasan analisis seperti diatas. Mungkin hal yang lumrah, kita semua berkomentar tentang tuntutan kenaikan upah buruh dengan analisis seperti diatas. Tetapi apakah kita semua sudah berlaku adil terhadap pemikiran kita sendiri???

Kita kadang sangat keras mengecam kenaikan upah buruh hingga membawa analisis analisis ekonomi pada kritikan kita, tetapi apakah kita juga melakukan itu pada hal hal lain ??

1.Pada saat ada perusahaan asing yang mengeruk Sumber Daya Alam kita dengan serakah, kita semua termasuk saya terkadang hanya diam dan hanya sesekali melontarkan kecaman. Dan tentu saja hanya sedikit sekali yang mengomentarinya dengan menggunakan analisis analisis seperti yang dilontarkan pada tuntutan kenaikan upah buruh.

2.Pada saat ada pengusaha yang begitu serakah mengeruk kekayaan dengan cara kotor yang bekerjasama dengan partai politik, apakah kita semua juga begitu keras mengecamnya?? Hingga mengecamnya dengan membawa analisis analisis ??

3.Dan puncaknya, ketika ada gubernur yang berkorupsi, mendirikan sebuah dinasti hingga membuat sebuah pengendalian korporasi untuk semua transaksi yang dilakukan di pemerintah daerah diwilayahnya. Tapi apakah kita semua juga begitu keras mengencamnya ??? Hingga sebegitu keras dan meluapkannya di sosial media dengan membawa analisis analisis kerusakan ekonomi yang akan di timbulkan ????

Apakah alam bawah sadar kita sudah begitu menganggap wajar para pejabat yang berkorupsi dan perusahaan asing yang mengeruk sumber daya alam kita, serta menganggap sangat tidak wajar pekerja kasar mempunyai barang bagus serta menuntut kenaikan upah ??

Apakah kita semua sudah menganggap dampak buruk yang akan dirasakan jika terjadi kenaikan upah buruh dan fenomena ninja 250 lebih besar dari pengerukan SDA oleh perusahaan asing serta dinasti Atut ???

Sehingga kita semua berkomentar dan mengecam kenaikan upah buruh lebih “keras” dari kecaman kita kepada para perusahaan asing yang mengeruk SDA alam kita dan dinasti korup ??

Benarkah seperti itu ? semoga saja alam bawah sadar kita tidak sepenuhnya seperti itu.

Paling tidak teriakan dan kecaman sinis kita semua kepada koruptor dan perusahaan pengeruk SDA lebih besar dari teriakan dan kecaman sinis kita kepada kaum buruh.

“Semoga kita semua melihat objek secara proporsional dan dari berbagai sudut pandang , agar kita bisa adil tidak hanya dalam bersikap tetapi juga berpikir” – My wisest friend

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline