Korupsi, permasalahan dalam dunia demokrasi. Menggerogoti pilar politik kita dengan konstan dan tanpa henti. Korupsi diibaratkan penyakit adalah penyakit kronis yang menggerogoti tubuh manusia dari dalam. Virus ini beregenerasi, 10 yang tertangkap akan digantikan oleh 10 yang baru. Permasalahan pelik yang dihadapi oleh setiap Negara berkembang, bahkan maju. Tidak tegasnya sanksi hukum merupakan salah satu alasan utama korupsi tidak pernah berhasil diberantas. Slogan anti korupsi menjadi sekedar jargon yang tidak akan pernah bisa diwujudkan jika kita masih bersikap permisif terhadap permasalahan ini. Bagaimana kita bisa permisif? Sedangkan kita sangat benci dengan perbuatan ini? Ya lihat saja dengan maraknya partai yang mendaftarkan caleg - caleg eks koruptornya. Bukankah ini merupakan satu bentuk permisif? Kita menjadi toleran terhadap perbuatan ini.
Koruptor harusnya malu, sudah dilabeli sebagai maling duit Negara, maling duit rakyat, tapi masih "Rai Gedhek" mencalonkan diri kembali untuk menduduki posisi yang rentan terhadap repetisi tindak pidana korupsi. Idealisme dan heroisme yang redup menjadi salah satu pemicu seperti kata Soe Hok Gie. Banyak yang hanyut akan nikmat duniawi yang membuat mereka lupa akan idealisme ini. Miris memang, kita berteriak-teriak anti korupsi, tapi tetap mendaftarkan caleg eks-koruptor untuk maju kembali dalam parlemen kita. Bukankah ini sama saja dengan memupuk pesimisme rakyat terhadap kondisi faktual dunia politik kita?
Percuma partai - partai pada menandatangani pakta integritas anti korupsi ini, sedangkan mereka justru memberikan pendidikan politik yang buruk dengan tetap mengusung caleg eks-koruptor. Tindakan KPU merilis caleg eks-koruptor merupakan satu kemajuan bagi atmosfir Pileg yang akan datang. Jika partai tidak sejalan dengan semangat anti korupsi, paling tidak rakyat diberikan pilihan untuk tidak memilih caleg yang pernah tersandung masalah korupsi. Tapi ada angin segar pada Pileg kali ini, hanya 2 partai yang tidak mendaftarkan caleg eks-koruptor. PSI dan NasDem. PSI sebagai partai baru, dan NasDem, partai besar yang sudah menindak tegas kader-kadernya yang terindikasi maupun pernah terlibat korupsi.
Tidak ada kesempatan kedua. Ketahuan? PECAT. Bahkan jaksa agung yang merupakan kader NasDem dengan tegas menindak kader-kader dari partainya sendiri. Ini menunjukkan komitmen besar partai terhadap semangat anti korupsi yang sejalan dengan pemerintah Jokowi. Dukungan partai akhirnya tidak diremehkan dengan perbuatan-perbuatan korup kadernya. Partai mendukung penuh kinerja pemerintahan Jokowi dengan terus bekerja untuk rakyat. Optimisme ini diharapkan agar menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dengan terus menggaungkan Anti Korupsi demi Indonesia yang lebih baik. Indonesia optimis, Indonesia Bisa, Indonesia satu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H