Lihat ke Halaman Asli

Gandum Bukan Solusi

Diperbarui: 6 Februari 2019   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selama jagung sulit didapatkan, komoditas gandum menjadi salah satu pengalihan yang dilakukan peternak demi kebutuhan pakan ternak mereka. Yang menjadi soal, Indonesia bukanlah negara penghasil gandum. Sudah barang tentu demi memiliki gandum, pemerintah harus melakukan impor.

Maka, kebijakan pembatasa kuota impor jagung yang dilakukan pemerintah sangat berimbas pada kenaikan kuota impor gandum. Hal ini dikemukakan oleh Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih dalam paparannya di Jakarta.

Jumlah impor jagung era Jokowi memang relatif lebih sedikit hanya sebesar 5,7 juta ton, lebih rendah dibandingkan era SBY mencapai 12,9 juta ton. Namun, di saat pembatasan impor jagung untuk pakan dilakukan, jumlah impor gandum untuk justru meningkat dari 2,2 juta ton di 2016 menjadi 3,1 juta ton di 2017.

Padahal harga gandum dunia tengah mengalami kenaikan yang signifikan. Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga gandum pada Januari lalu berada pada level US$5,23/bushels. Harga tersebut terus merangkak naik sejak November yang sempat mencapai US$4,87/bushels.

Naiknya harga gandum tersebut antara lain disebabkan oleh Rusia dan Ukraina yang memutuskan untuk membatasi ekspor gandumnya. Padahal, selama ini Ukraina dan Rusia menjadi negara yang disasar sebagai pemasok gandum untuk Indonesia selain Australia.

Dengan demikian, pengalihan terhadap gandum bukan solusi yang tepat di tengah kenaikan harga gandum dunia. Satu-satunya upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian adalah, merealisasikan produksi jagung nasional yang dilansir mencapai 33 juta ton pada tahun ini.

Hal itu senada dengan yang dinyatakan oleh Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Sudirman. Dia menambahkan, selama beberapa tahun terakhir, konsumsi gandum untuk pakan ternak cenderung fluktuatif. Gandum menjadi pilihan terakhir bagi para produsen pakan ternak untuk campuran pakan lantaran harganya yang lebih mahal dibandingkan dengan jagung.

Tetapi, jika produksi jagung tetap amsyong seperti tahun-tahun sebelumnya, peternak lah yang kembali kena batunya. Sudah bukan waktunya kementerian terkait memberikan janji palsu kepada masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline