Lihat ke Halaman Asli

Mama Maha 1

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya sudah bisa membaca dan menulis saat masih balita, karena Mama mengajarkan dengan penuh cinta Kami pernah hidup dengan sangat sulit di tepi sebuah rel kereta api. Tetapi apa yang Mama lakukan luar biasa. Saya sudah bisa membaca dan menulis saat balita, karena Mama mengajar dengan sabar.

Suatu hari saat berusia lima tahun, saya membuka koran bekas bungkus bawang dan cabai yang dibawa Mama pulang dari pasar. Saya baca semua dalam waktu singkat. Mama terperangah, menatap saya dengan mata kaca.

Sejak itu, meski tak punya uang, Mama selalu membawakan saya sebuah buku cerita, sepulang dari pasar. Mama hampir tak pernah beli baju, perhiasan atau barang-barang yang biasa dibeli oleh Mama teman-teman saya. Tapi wanita tercinta itu tak pernah berhenti mengepung saya dengan buku. Bahkan Mama membuat perpustakaan kecil di kamar saya.

Hari-hari itu seolah baru terjadi kemarin. Sapa lembut Mama, buku-buku baru dan bekas yang disampul rapi, rak-rak buku untuk perpustakaan mini kami, cerita-cerita Mama tentang buku-buku bagus yang dulu pernah dibacanya. Ide Mama untuk menyewakan buku di perpustakaan kami agar hasilnya bisa dibelikan buku baru. Menulis catatan harian bersama, membantu membuat majalah sendiri. Senyum, tawa dan semangat Mama membaca puisi dan cerita pendek yang saya tulis di bangku sekolah dasar, ajakannya ke perpustakaan. Jalan-jalan ke toko buku meski berjam-jam di sana kami hanya mampu membeli satu buku tipis….

Ah, Mama. Tahun demi tahun berlalu. Siapa kira, satu demi satu buku saya terbit. Buku-buku yang selalu Mama dekap dengan wajah haru dan Mama simpan di tempat yang bagus dan wangi. Mamaku tercinta, kau telah menciptakan seorang pengarang dari sebuah rumah kayu kecil, di pinggir rel kereta api. Tapi tahukah Mama, jutaan buku yang bisa saya tulis sekalipun tak akan pernah mampu menampung semua cinta dan terimakasih saya padamu, idola abadiku….Maha 1 !

(Kisah nyata : Si penulis buku gak mau disebutkan idetitasnya, semoga bermanfaat !)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline