Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Muhtar Wiratama

Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Agar Menjadi Pelajaran, Kejahatan Luar Biasa Anak Harus Mendapatkan Perlakuan Luar Biasa Pula

Diperbarui: 6 September 2024   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di mata hukum, orang dewasa yang dianggap bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri dimulai dari usia 18 tahun ke atas. Artinya, setelah seseorang menginjak usia 18 tahun, maka segala konsekuensi hukum pidana, perdata, dan lain-lain berlaku penuh baginya. 

Sistem peradilan memiliki akses untuk menjatuhkan hukuman kurungan, penjara, atau denda kepadanya. Tapi bukan berarti orang yang berusia antara 0 sampai 18 tahun semuanya disamaratakan sebagai anak-anak sehingga dapat terbebas dari jerat hukum sepenuhnya.

Orang yang berusia 18 tahun ke bawah masih dibagi menjadi dua kategori. Mereka yang berusia 12 tahun ke bawah dianggap sebagai anak-anak sepenuhnya. Dengan kata lain, mereka tidak bisa dikenakan pidana, dan kalaupun melakukan kesalahan atau kejahatan akan dikenakan hukuman bersifat restoratif atau dibina baik oleh lembaga khusus maupun dikembalikan kepada orang tua, bahkan jika kejahatannya tergolong berat. 

Contohnya, di tahun 2011, seorang anak berusia 9 tahun melakukan pembunuhan kepada temannya yang berusia 12 tahun lantaran berebut kelapa kering. Pembunuhannya pun dilakuan si anak secara sadar, yakni dengan sengaja menusukkan pisau ke leher temannya karena meniru adegan kekerasan di televisi. Setelah melalui pemrosesan, akhirnya si anak mendapatkan hukuman berupa pembinaan oleh orang tua di bawah pengawasan. 

Hukuman yang bagi orang awam mungkin tergolong ringan mengingat perbuatannya telah menghilangkan nyawa orang lain, namun sudah setimpal di mata hukum mengingat si pelaku masih anak-anak.

Kategori kedua adalah mereka yang berusia antara 12 sampai 18 tahun. Kategori ini bisa diancam dengan pidana, itupun dengan catatan jika kejahatannya tergolong berat dengan ancaman penjara tujuh tahun atau lebih. 

Mereka yang masuk ke dalam kategori ini disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, dan kalaupun terbukti bersalah hingga dimasukkan ke dalam penjara, mereka tidak dikumpulkan bersama orang-orang dewasa melainkan dimasukkan ke "penjara" untuk anak di bawah umur yakni Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau LPKA. Salah satu contoh kasus berat yang ancaman penjaranya tujuh tahun atau lebih, lagi-lagi, adalah pembunuhan.

Perlakuan khusus ini tentu saja dirancang untuk melindungi anak-anak di bawah umur, walaupun mereka berstatus sebagai "pelaku" kejahatan. Anak-anak berusia 12 tahun ke bawah bisa dibilang hampir sepenuhnya dibebaskan dari tanggung jawab karena mereka belum memahami benar dan salah dari tindakan mereka, atau istilah agamanya, belum baligh. Anak-anak berusia antara 12 sampai 18 tahun, walaupun sudah baligh atau sadar akan benar dan salah, diberikan kelonggaran lebih di mata hukum, semata-mata karena usia mereka yang masih di bawah umur.

Yang agak mengkhawatirkan, belakangan ini di Indonesia, aturan yang seharusnya didesain untuk melindungi anak-anak di bawah umur ini malah menjadi seperti pisau bermata dua. Minimnya konsekuensi bagi anak-anak pelaku kejahatan selama ini, bukannya membuat anak-anak dan orang tua menjadi lebih berhati-hati, namun malah membuat angka kejahatan yang dilakukan anak-anak semakin marak dan cenderung semakin brutal, layaknya yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam hal ini, aturan malah seperti menjadi tameng bagi perlakuan kejahatan, alih-alih melindungi masyarakat.

Contoh kasus terakhir yang mengejutkan kita semua adalah pembunuhan yang disertai pemerkosaan yang dilakukan kepada seorang siswi SMP di Palembang yang berusia 13 tahun. Kejahatan keji ini dilakukan oleh empat orang kenalannya yang seluruhnya masih berusia di bawah umur, yakni 16, 13, 12, dan 12 tahun. Yang lebih miris, para pelaku ditengarai sudah merencanakan aksi pembunuhan dan pemerkosaan kepada korban, dan menunjukkan rasa puas setelah melakukan aksinya.

Jika mengikuti kaidah hukum, keempat pelaku memang bisa dikenakan pidana karena telah melewati usia 12 tahun. Namun kalaupun nantinya terbukti bersalah, maka sesuai aturan, hukuman maksimal yang bisa dikenakan kepada mereka hanya setengah dari hukuman bagi orang dewasa, yang akan dijalani di LPKA untuk anak di bawah umur. Jadi besar kemungkinan, empat anak ini akan bebas dan bisa melanjutkan pendidikan dasar mereka kembali sebelum usia 18 tahun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline