Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Muhtar Wiratama

Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

RT Riang Bongkar Lemahnya Fungsi Aparat Pemprov DKI dalam Kasus Ruko Makan Jalan di Pluit

Diperbarui: 30 Mei 2023   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belakangan ini, masyarakat dan media memberikan perhatian khusus pada kasus ruko makan jalan di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Administasi Jakarta Utara. Nama Riang Prasetya, Ketua RT 11/RW 03 terangkat sebagai whistle blower dalam kasus ini. Sebagai sesama perangkat masyarakat, saya tentu menyambut riang ekspose yang diterima oleh RT Riang. Sudah saatnya warga lebih memahami fungsi RT dan RW yang ada di lingkungan, dan maraknya pemberitaan dalam kasus ini telah membuka mata masyarakat terhadap keberadaan perangkat masyarakat di sekitar mereka. Sedikit tergelitik, melalui tulisan ini saya mencoba untuk ikut membedah kasus ruko makan jalan di Pluit melalui perspektif perangkat masyarakat.

Pertanyaan pertama tentu saja adalah: apakah yang dilakukan oleh Pak RT Riang sudah tepat dan sesuai dengan tupoksinya sebagai Ketua RT? Untuk menjawabnya, kita harus kembali kepada Pergub Nomor 22 Tahun 2022 yang menjadi sumber dari segala sumber hukum perangkat RT dan RW di Provinsi DKI Jakarta. Pasal 15 menyebutkan bahwa tugas pengurus RT dan RW adalah membantu Lurah dalam pelayanan pemerintahan, penyediaan data kependudukan dan perizinan, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Lurah. Apa yang dilakukan oleh RT Riang dengan melakukan peneguran terhadap ruko-ruko yang melanggar aturan sebenarnya tidak tercantum secara gamblang dalam pasal tersebut.

Namun, jika kita menengok lebih jauh pada Pasal 16 tentang tugas RT dan RW, poin e dan f menyebutkan bahwa tugas Ketua RT dan RW juga termasuk membantu dan mendukung tugas dan fungsi Lurah dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan, kesejahteraan dan kemasyarakatan; serta membina dan mengawasi kegiatan-kegiatan warga atau anggota dalam RT. Jika pasal ini yang kita gunakan, maka RT Riang sudah sangat membantu tugas dan fungsi Lurah dalam membina dan mengawasi kegiatan-kegiatan warga di lingkungannya. Jadi ya, RT Riang sudah melakukan tindakan yang tepat sebagai Ketua RT di wilayahnya dalam kasus ruko makan jalan.

Pertanyaan kedua adalah: apakah yang dilakukan oleh para pemilik ruko di Jalan Niaga dengan menyerobot jalan dan saluran air adalah tindakan yang mutlak kesalahannya, dan apakah sanksi yang seharusnya diberikan? Ada beberapa produk hukum yang dapat digunakan untuk memandang masalah ini. Dari perspektif awal pembangunan ruko itu sendiri, maka UU Nomor 28 Tahun 2020 menyebutkan bahwa setiap bangunan wajib memiliki IMB atau yang sekarang bernama PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Ruko-ruko tersebut memang memiliki IMB, namun bagian bangunan (pengertian bangunan adalah yang memiliki lantai dan atap) yang dibangun di atas jalan dan saluran air jelas tidak sesuai IMB-nya, karena Pemprov DKI tidak mungkin mengeluarkan IMB di atas tanah yang bukan hak milik kita atau melanggar GSB (Garis Sempadan Bangunan). Jadi, bisa dikatakan bahwa bangunan ruko makan jalan sudah jelas tidak memiliki IMB atau melanggar IMB. Ancaman sanksinya? Dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 diatur bahwa bangunan tersebut bisa dibongkar dan pemiliknya bisa dikenai sanksi administratif berupa denda hingga pidana penjara. Jadi, pembongkaran yang dilakukan sejauh ini sudah tepat -- yang seharusnya disusul dengan sanksi denda dan pidananya jika perlu untuk memberi efek jera.

Di sisi lain, ruko-ruko yang dipermasalahkan tidak hanya melanggar dari sisi IMB, namun juga telah melakukan penyerobotan terhadap saluran air dan trotoar. Sanksi terhadap kedua pelanggaran ini juga telah diatur dalam PP Nomor 16 Tahun 2021 dan UU Nomor 2 Tahun 2009 (UU LLAJ) dalam bentuk pidana denda maupun penjara. Jadi, dalam kasus ruko makan jalan bisa disimpulkan bahwa pemilik telah melakukan tiga kesalahan, yakni pelanggaran IMB serta penyerobotan saluran air dan trotoar, dan dapat disanksi sebagaimana mestinya.

Pertanyaan ketiga adalah yang paling menarik: siapa yang seharusnya paling bertanggungjawab terhadap munculnya kasus ruko makan jalan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa melakukan pendekatan kronologi dari awal pembuatan ruko hingga akhirnya kasusnya bisa mencuat seperti sekarang. Ketika warga hendak membangun bangunan, maka terlebih dahulu ia harus mengurus IMB. Setelah memiliki IMB, barulah ia bisa membangun yang pengerjaannya diawasi oleh pemerintah (walaupun dalam UU Cipta Kerja yang baru sudah menghapus kewenangan Pemda untuk mengawasi pembangunan bangunan di wilayah, namun pada saat pembangunan ruko di tahun 2019, UU tersebut belum berlaku). Lebih spesifik, dalam Pergub Nomor 286 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kota Administrasi Pasal 58, tugas pengawasan wilayah diemban oleh Seksi Pemerintahan, Ketenteraman dan Ketertiban di bawah Lurah. Di situ disebutkan bahwa Kasipem diantaranya memiliki tugas untuk: mengoordinasikan dan melaksanakan upaya kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur; dan melaksanakan kegiatan patroli pemantauan situasi dan kondisi ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah Kelurahan.

Dalam kasus ruko makan jalan di Pluit, Pemprov DKI melalui Lurah dan Kasipem Kelurahan Pluit telah gagal menjalankan tugas mereka untuk mengawasi pembangunan ruko yang dilakukan pada tahun 2019. Dan, dari tahun 2019 sampai 2023 sejak bangunan ruko sudah berdiri, mereka juga tidak melakukan tugasnya untuk melakukan penindakan terhadap bangunan-bangunan ruko yang telah mutlak melanggar aturan pemerintah sendiri. Padahal, menurut pengakuan RT Riang, ia telah secara aktif melaporkan pelanggaran ini kepada pihak terkait sejak tahun 2019, namun tidak digubris sampai akhirnya kasus tersebut viral dan baru dilakukan penindakan.

Dalam hal ini, RT Riang termasuk yang agak beruntung karena tindakannya viral dan mendapatkan perhatian masyarakat. Di Jakarta sebenarnya masih sangat banyak pelanggaran serupa seperti bangunan yang menyerobot jalan, didirikan di atas saluran air, atau trotoar yang beralih fungsi untuk kepentingan pribadi. Pelanggaran-pelanggaran ini sejatinya mudah dilihat secara kasat mata, bahkan oleh orang awam sekalipun. Namun, aparat Pemprov DKI mulai dari Lurah, Kasipem, termasuk Satpol PP yang memiliki tupoksi sebagai penegak aturan pemerintah daerah setempat seperti kurang aktif melakukan fungsinya -- walaupun rakyat telah menggaji mereka untuk pekerjaan tersebut.

Selain berhasil membongkar ruko pemakan jalan, dalam kasus ini RT Riang juga berhasil membongkar hal lain, yakni lemahnya fungsi aparat Pemprov DKI. Pembaca mungkin juga menemukan kasus serupa ruko makan jalan di wilayah masing-masing, yang mengalami pembiaran selama bertahun-tahun walaupun sudah dilaporkan, baik secara langsung maupun melalui Jaki si aplikasi super. Tidak perlu jauh-jauh, belakangan ini banyak muncul spanduk liar caleg di fasilitas umum seperti trotoar dan taman-taman kota yang mengalami pembiaran walaupun jelas melanggar aturan. Pihak berwenang sebenarnya dapat melihat pelanggaran ini setiap hari, namun alih-alih menertibkan, mereka memilih bersikap pasif dengan membiarkannya sampai datang aduan. Padahal, semua pelanggaran ini jelas merugikan masyarakat yang seharusnya mereka layani.

Kebiasaan tidak dapat berubah dalam semalam. Ke depannya, mungkin kita tetap akan melihat kinerja aparat Pemprov DKI yang masih terkesan ogah-ogahan dalam melakukan tugasnya. Setidaknya RT Riang sudah menunjukkan kita "obat" yang manjur untuk penyakit ini. Ya, kita viralkan saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline