Profesionalisme PNS Hampir Tidak Mungkin
Sudah bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sangat sulit terukur. Banyaknya keluhan masyarakat terkait dengan layanan yang diberikan, membuat masyarakat enggan atau setidaknya berpikir dua kali untuk melakukan interaksi dengan suatu unit instansi yang di dalamnya dioperasikan oleh mereka yang bergelar PNS. Hal ini terbukti dengan pilihan masyarakat untuk lebih menyukai menggunakan layanan jalur cepat walaupun harus menyisihkan uang lebih banyak ketimbang berurusan dengan birokrasi yang ribet dan jelimet. Sampai-sampai slogan “Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah” menjadi lebih dikenal ketimbang dasar negara kita yaitu PANCASILA, bahkan mungkin banyak orang yang tidak tahu atau lupa isi dari pancasila tersebut.
Dalam lingkungan kerja mereka (PNS) lebih ditekankan bagaimana membuat atasan suka dengan kita. Apapun kondisinya, hal tersebut menjadi lebih penting ketimbang dengan hasil kerja yang melampaui standar minimal dengan kreatifitas dan inovasi yang dihasilkan. Sehingga kita sering mendengar istilah ABS (Asal Bapak Senang). Bahkan sangat ironis, ketika si bawahan terlihat lebih professional dan smart dalam hal pekerjaan, sehingga hasil kinerjanya menjadi maksimal dengan pencapaian yang sangat luar biasa, itu bukan berarti atasan akan senang lantas memberikan penghargaan atas kinerja tersebut, justru sebaliknya, bisa bisa anda akan di boikot karena kepintaran anda melebihi atasan anda. Dan hal yang lebih tidak masuk akal lagi berkenaan dengan aturan yang sesungguhnya aturan ini sering digunakan Panitia Orientasi Siswa Baru yaitu “Aturan nomor satu, atasan selalu benar, dan aturan nomor dua bila atasan melakukan hal yang salah, kembali ke aturan nomor satu”.
Kenapa hal tersebut yang saya paparkan di atas dapat terjadi di kalangan pengemban amanah negeri ini…? Ujung pangkalnya ada pada Peraturan Kedisiplinan yang mengikat seorang Pegawai Negeri Sipil yang dibuat pemerintah. Saat ini seorang PNS terikat dengan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 yang disahkan oleh presiden dengan petunjuk pelaksanaanya diatur di Perka BKN no 21 tahun 2010 memberikan deskripsi dan pemahaman yang general. Sehingga dalam penafsirannya sangat bergantung pada mood dan keadaan si atasan sebagai seorang yang mempunyai kewenangan atas bawahannya (dalam dunia hukum disebut Peraturan Karet). Hal inilah yang mendorong kondisi seorang PNS seakan-akan sangat suka sekali menjilat atasan dalam rangka mengamankan posisi dan membuka peluang promosi. Dan tentunya metode seperti ini cenderung memicu perilaku-perilaku yang tidak dibenarkan bermunculan kemudian. Peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai pedoman dalam tata laksana menuju good governance sebagaimana harapan kita semua. Dengan acuan itu, tentunya akan sangat sulit menggapai apa yang menjadi tujuan. Selama peraturan-peraturan yang diberlakukan masih bersifat sesuka atasan dalam hal penafsirannya, maka menjadikan Indonesia bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi & Nepotisme) hanya merupakan mimpi belaka. (RW)
Link PP 53 2010 http://fkg.ugm.ac.id/download/DISIPLIN%20PNS%202010.53.%20PP.pdf PERKA 21 BKN http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/pns/PerkaBKN21-2010KetentuanPelaksanaan.pdf
Salam KompasianaRWrite Today - www.rwrite-today.com(Rika Wiyatna)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H