Cerita keseruan sepak bola Indonesia yang kerap diceritakan oleh para sesepuh tentu tak lepas dari bagaimana kompetisi Perserikatan digelar. Perserikatan yang tidak profesional tetapi kental akan etnosentrisme membuat kebanggaan tersendiri bagi tiap daerah yang menyukai sepak bola dahulu kala.
Bukan orang Semarang kalo bukan PSIS, bukan orang Jogja kalo bukan PSIM, bukan orang Makassar kalo bukan PSM, bukan orang Jayapura kalo bukan Persipura, bukan orang Medan kalo bukan PSMS. Hal itu selalu menjadi pikiran tiap pencinta sepak bola terdahulu.
Berbicara perserikatan tentunya tak boleh lepas dari sejarahnya. Munculnya sosok Soeratin Soesrosoegondo sebagai jalan keluar atas keresahan para pemain pribumi saat era kolonial, bahwa mereka tak boleh bermain bola dengan orang kulit putih atau Belanda.
Soeratin yang saat itu baru pulang dari studinya di Jerman melihat keresahan tersebut, cepat-cepat ia melakukan pertemuan dengan beberapa pemuda Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Bandung, Solo, Madiun dan Magelang.
Pertemuan dilakukan di Yogyakarta secara diam-diam menghindari Polisi Belanda. Singkatnya, terciptalah PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia). Nama yang radikal bagi pemerintah kolonial karena menggunakan nama "Indonesia".
PSSI secara resmi menggelar Steden Tournoi pada tahun 1931 sebagai kompetisi resmi pertama PSSI. Walau saat itu PSSI memiliki 7 anggota bond, hanya 3 saja peserta kompetisi, yakni Voetbalbond Indonesische Jacarta, Vortenlandsche Voetbal Bond dan PSIM Yogyakarta. Pertandingan dilangsungkan pada 22-24 Mei 1931 di Solo.
Pertandingan pertama, VVB kalah 1-4 dari PSIM. Selang sehari pada 23 Mei 1931, VIJ menang 5-1 dari PSIM. Laga penutup VVB kalah 1-3 dari VIJ. Maka klasemen didapat VIJ berada di posisi 1, PSIM sebagai runner-up dan VVB sebagai juru kunci. VIJ yang kemudian menjadi Persija nantinya, merupakan juara kompetisi pertama PSSI, bernama Steden Tournoi.
Nama Steden Tournoi terus dipakai hingga 1950, baru pada 1951 berubah menjadi Perserikatan. Nama Perserikatan juga diikuti dengan berubahnya nama-nama tim menjadi nama Indonesia, hal tersebut dipengaruhi hal lain yakni berakhirnya perang di daerah-daerah dan puncaknya saat Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Belanda.
Salah satu putusannya, Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia Serikat secara penuh tanpa syarat. Faktor itu yang membuat bebasnya bangsa Indonesia dari unsur kolonial, termasuk perubahan nama dari Steden Tournoi ke Perserikatan.
Data di atas didapat dari kliping Record Sport Soccer Statistics Foundation, data yang dikumpulkan Novan Herfiyana salah satu sejarawan sepak bola Indonesia terbaik di negeri ini, didukung pula kawannya Karel Stokkermans, sumber yang didapat dari surat kabar kolonial Javabode dan Preangerbode.
Penulis : RV Biaggi