Lihat ke Halaman Asli

Jawaban yang Kontradiktif Antar Federasi dan Kompetisi tentang Badai Covid-19

Diperbarui: 11 Februari 2022   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi Marselino Ferdinan vs Timor Leste ( Sumber Instagram @pssi)

Jelang pemberangkatan skuad Timnas U-23 ke Kamboja yang rencananya akan langsung menggunakan charter pesawat Garuda Indonesia dibatalkan. 

Pada (11/2) pagi lewat Instagram resmi PSSI (@pssi), menyatakan pembatalan keikut sertaan Indonesia dalam AFF U-23 2022 di Kamboja dengan alasan ada 7 pemain yang terpapar Covid-19 yakni Ronaldo Kwateh, Muhammad Ferrari, Taufik Hidayat, Irfan Jauhari, Achmad Figo, dan Cahya Supriyadi ditambah lagi 4 pemain menunggu masa inkubasi karena satu kamar dengan yang terpapar yakni, Alfreanda Dewangga, Genta Alparedo, Muhammad Kanu Helmiawan, Marselino Ferdinan  dan 3 pemain lainnya Gunansar Mandowen, Ramai Rumakiek, dan Muhammad Iqbal menderita cedera. 

Kondisi ini membuat coach Shin Tae Yong minim amunisi, sehingga ia mengirimkan surat kepada PSSI untuk minta mundur dari AFF U-23 2022. Atas diskusi bersama PSSI yang dihadiri oleh ketua umum, wakil ketua umum, sekjen, dan direktur teknik akhirnya diputuskan untuk mundur. 

Bila memperhatikan fenomena kompetisi nasional BRI Liga 1 2021/22 menimbulkan cluster Covid-19, pada pekan pertama bulan Februari saja sudah ada sekitar 50 pemain maupun official terpapar dan kini sudah sangat banyak. 

Dalam regulasi, minimal yang ada dalam daftar adalah 14 pemain, 11 starting dan 3 cadangan. Beberapa tim seperti Persebaya Surabaya, Persikabo 1973, Madura United sempat mengunakan kuota minimal 14 pemain dengan memaksakan pemain yang cedera tetap masuk ke lineup. 

PT. Liga Indonesia Baru selaku promotor kompetisi menjadi biang kerok tetap 'ngotot' menjalankan kompetisi, asumsi muncul dikarenakan 'deadline' kompetisi pra Ramadhan, kontrak penayangan, kontrak pemain, dan sponsorship. 

Membandingkan dengan IBL (Indonesia Basketball League) yang ditunda dengan adanya 11 pemain 'saja' yang terpapar Covid-19, membuat timbul pertanyaan mengapa tidak ditunda saja seperti IBL ? 

Bicara soal kultur, sepak bola dan basket bak berada di universe yang berbeda. Dengan tidak merendahkan basket, fakta di lapangan lebih condong mendukung sepak bola dari segi aspek baik euforia penonton, kompetisi, dan sebagainya. Oleh karena itu mungkin saja, IBL tidak rugi finansial banyak dengan menunda kompetisi sementara. 

Apabila Liga 1 ditunda kerugian akan lebih besar, mulai dari kontrak dengan penyiaran, hal yang merusak jadwal penayangan acara yang telah dibuat oleh channel televisi, sponsorship kompetisi (BRI) maupun masing-masing sponsor di tiap klub, hingga kontrak pemain di tiap klub sendiri harus diperpanjang. Maka dari itu PT. Liga Indonesia Baru 'memaksa' kompetisi tetap jalan. 

Menjadi kontradiktif dengan PSSI dalam timnas yang seharusnya bermain di AFF U-23. Ajang tersebut salah satu target PSSI untuk timnas bisa mendapat gelar di tahun 2022 ini, selain itu Indonesia adalah juara bertahan pada AFF U-22 sebelumnya. Timnas Indonesia mungkin bisa saja memilih opsi lain yakni mencoret pemain positif Covid-19 diganti oleh pemain lain, tetapi secara kualitas tidak memenuhi standar. 

Kontradiktif dengan PT. Liga Indonesia Baru yang tetap menjalankan kompetisi, setidaknya mereka membuka opsi kepada klub yang pemainnya terpapar untuk melakuan promosi pemain akademi. Hal yang sebenarnya berdampak positif untuk perkembangan youth development suatu tim, tapi sisi lain menurunkan kualitas kompetisi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline